Mendengar teriakan Baba, Kuwa berhenti. “Aku mau ke Bukit Ujung. Kamu tentu tahu serangga sedang berkumpul memungut buah-buah pohon yang jatuh di sana. Aku sudah tak sabar ingin memakan serangga-serangga lezat itu!”
“Ya, tapi, sebaiknya kamu jangan pergi ke sana dulu. Kudengar ada pemburu yang…”
Belum selesai Baba berbicara, Kuwa memotong, “Jangan khawatir. Kami burung kuau raja memiliki penciuman tajam. Kami bisa mengendus keberadaan pemburu dari jarak jauh.”
“Tapi…”
“Sudahlah. Perutku sudah lapar sekali. Sampai jumpa!” Kuwa kembali melompat dari satu dahan ke dahan berikutnya, menuju Bukit Ujung.
Namun, baru melintasi beberapa pohon, Kuwa bertemu dengan Pupu si burung punai. Mengetahui tujuan Kuwa, Pupu tampak khawatir. “Tidakkah ada yang memberitahumu tentang pemburu di sana?” tanyanya.
“Aku tahu. Tapi, aku ini burung kuau raja, Pupu. Burung paling besar dan paling cerdas di hutan ini. Aku bisa mengetahui perangkap yang dipasang pemburu. Lagi pula, aku bisa berlari dengan kencang. Jadi, mereka tak akan bisa menangkapku…” jawab Kuwa.
“Iya. Tapi, sebaiknya kamu…”
“Sudahlah. Aku sudah sangat lapar. Sampai jumpa!” Kuwa pun melanjutkan perjalanannya.
Mendekati Bukit Ujung, Kuwa berhenti di ujung dahan pohon yang paling tinggi. Ia mencium aroma buah dan bau serangga yang sudah sangat ia hafal. Ia bergegas menuju pohon-pohon yang tengah berbuah lebat itu.
Benar saja, begitu Kuwa turun ke pangkal pohon, ia dapati serangga-serangga tengah merubungi buah-buah yang jatuh.
Namun, saat ia baru mengisi perutnya, tiba-tiba tumpukan daun kering di belakangnya bergerak dan sepasang tangan mencengkeram ujung ekornya!
“Akhirnya, aku bisa menangkap kuau raja ini!” kata si pemburu yang rupanya bersembunyi di bawah tumpukan daun kering.
“Tolong! Tolong!” Kuwa meronta-ronta, berusaha melepaskan diri.
Si pemburu masih bersusah-payah memegang ekor Kuwa ketika tiba-tiba saja Baba dan Pupu datang dan segera mematuki kepala si pemburu. Terkejut, ia pun melepaskan pegangannya pada ekor Kuwa.
Kuwa berlari sangat kencang lalu melompat ke dahan pohon, dan pergi menjauh, bersama Baba dan Pupu.
“Terima kasih, teman-teman. Jika tak ada kalian, pemburu tadi mungkin sudah menangkapku. Aku sangat menyesal,” ujarnya.
“Yang penting, kau selamat, Kuwa,” ujar Baba dan Pupu bersamaan.
Kuwa memetik pelajaran berharga pagi itu. Karena kesombongannya, ia sampai luput mengendus keberadaan si pemburu. Kuwa tidak mau sombong lagi.*
Penulis: Afri Meldam
Pendongeng: Kang Acep (Youtube : Acep Yonny)
Ilustrasi: Regina Primalita