Setelah beberapa saat, ia berhenti. Namun, rupanya rasa gatal itu terus saja menjalar. Nasal sangat kesal.
Seekor burung kangkareng melihat tingkah Nasal dari kejauhan. Matanya tajam menatap sang bekantan.
Nasal mencoba berpindah ke pohon lain. Ia mencari batang pohon dengan kulit yang kasar. Kulit pohon tempatnya menggosok punggung terlalu halus.
“Hai, bekantan kecil! Kamu sedang apa?” Sebuah suara parau membuat Nasal mendadak terdiam.
Nasal terkejut. Ia tak menyangka akan ada yang menyapanya. Ibunya pernah berkata bahwa ia tak boleh bicara dengan binatang asing. Nasal bingung. Ia celingukan karena tak melihat siapa-siapa di sekitarnya.
Bekantan muda itu memang sedang tersesat. Ia sedang terpisah jauh dari kawanannya. Nasal kembali menggosok-gosokkan punggungnya ke kulit pohon.
Rangko, si burung kangkareng, lalu terbang rendah ke arah Nasal. Ia berniat membantu bekantan itu dengan paruh Rangko. Sayangnya, Nasal salah sangka. Ia berpikir Rangko hendak menyerang. Bekantan itu pun berteriak nyaring. Suaranya seperti klakson mobil. Hidung besarnya menegak lurus. Begitulah cara Nasal menunjukkan tanda bahaya dan memanggil kawanannya.
Sekarang, Rangko yang balik terkejut. Namun, ia tampak tenang. Sejurus kemudian burung hitam itu telah bertengger di dahan, persis di belakang Nasal.
“Jangan bergerak!” perintah Rangko.
Nasal yang awalnya galak mendadak diam. Suara Rangko yang nyaring membuat nyalinya ciut. Rangko lalu mendekatkan paruh Rangko ke punggung Nasal.
Nasal mengangkat tangannya, “Tolong, jangan makan aku!”
Burung itu hanya menahan tawa dan mulai menjelujur punggung Nasal dengan paruhnya. Ia melakukannya sangat hati-hati agar bekantan kecil itu tak terluka.
“Aw… geli! Kenapa kau tak memakanku, tetapi malah menggelitikiku?” Nasal terkekeh.
Tanpa menjawab pertanyaan Nasal, Rangko menunjukkan seekor serangga kecil di paruhnya. Ternyata, serangga itulah yang membuat Nasal merasakan gatal luar biasa di punggungnya.
“Hmm… Terima kasih! Maafkan aku tadi, ya. Kupikir kau mau menyerangku,” ujar Nasal.
Sepertinya Nasal merasa malu karena telah salah sangka pada Rangko. Nasal mengulurkan tangannya pada sang kangkareng. Burung itu kemudian mengangguk dan menempelkan sayapnya pada telapak tangan Nasal. Mereka pun akhirnya menjadi sahabat baik. Sebuah kebaikan yang sederhana ternyata bisa mengakrabkan kedua hewan tersebut.*
Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Rizka Amaliah
Ilustrasi: Regina Primalita
Penutur: Paman Gery (@paman_gery)