Menjamurnya parkir liar memang menjadi masalah klasik masyarakat kota besar. Baru-baru ini, kota seperti Jakarta memberlakukan tindakan tegas kepada pelaku parkir liar yaitu cabut pentil, ban kempis, hingga diderek. Apakah cara ini cukup efektif?

Seperti yang diberitakan harian ini, parkir liar ternyata masih banyak ditemui di banyak titik di Jakarta. Salah satu lokasi parkir liar yang luput dari razia petugas dinas perhubungan adalah di sepanjang jalan antara Bundaran Hotel Indonesia dan Jalan KH Mas Mansyur, tepatnya di depan Thamrin City, Grand Indonesia, dan Plaza Indonesia.

Di daerah tersebut, sepeda motor, mobil pribadi, truk pembawa barang, bus berpelat merah, serta bus wisata masih saja parkir di tepi jalan. Ironisnya, di sepanjang tepi jalan di kawasan pertokoan, tempat usaha, dan kantor tersebut telah dipasang beberapa rambu larangan parkir.

Patut diakui beberapa usaha seperti tempat makan kecil memang tak memiliki lahan parkir memadai. Oleh sebab itu, karena tempat parkir yang terbatas, jasa parkir liar pun semakin menggurita. Bahkan, tak sedikit jasa parkir liar yang mengambil lahan pejalan kaki di trotoar.

Lithuania

Aksi cabut pentil ban hingga diderek karena parkir liar memang terlihat sadis. Namun, cara ini ternyata masih jauh lebih ringan dibandingkan yang terjadi di Lithuania. Pada 2011, Wali Kota Vilnius, Lithuania, Arturas Zuokas melakukan aksi yang cukup membuat geleng-geleng kepala.

Kala itu, Zuokas “memberi pelajaran” bagi mereka yang gemar parkir liar. Dengan mengendarai sejenis panser, sang walikota dengan tegas melindas sebuah mobil yang parkir di jalur sepeda. Setelah dilindas panser, mobil tersebut langsung ringsek.

Sang pemilik mobil hanya bisa ternganga melihat kejadian tersebut. Setelah itu, sang walikota mendatangi sang pemilik lalu menyalami sembari memberikan saran agar tak parkir sembarangan lagi.

Lithuania memang memberikan ruang-ruang khusus bagi pengendara sepeda. Zoukas yang sehari-hari berangkat kerja menggunakan sepeda jelas geram dengan ulah mobil tersebut. Namun, aksi ini tentu patut disesuaikan dengan kondisi masyarakat di sebuah negara. [INO]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 9 Oktober 2013