Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) berinisiatif memberikan layanan pendampingan psikososial bagi orang-orang yang terdampak Covid-19 sejak 31 Maret 2020. Mereka yang terinfeksi, keluarga orang yang positif Covid-19, tenaga kesehatan, atau siapa pun yang mengalami kecemasan atau stres bisa mengaksesnya layanan ini secara gratis. Cukup kirimkan pesan di akun Instagram @pdskji_indonesia.
Saat ini, ada 45 psikiater pendamping yang tersebar di seluruh Indonesia untuk memberikan layanan secara daring (online). Per harinya, PDSKJI melayani maksimal 30 orang.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang masalah psikososial terkait pandemi Covid-19 dan layanan pendampingan yang diberikan PDSKJI, Kompas Klasika berbincang dengan dr Zulvia Oktanida Syarif SpKJ, yang akrab disapa Dokter Vivi. Ia sekaligus menangani bidang humas, publikasi, dan kemitraan luar negeri di Pengurus Pusat PDSKJI.
Bisakah dokter menjelaskan definisi masalah psikososial?
Masalah psikososial merupakan masalah psikologis dan sosial yang dialami seseorang, yang dapat mengganggu kesejahteraan fisik dan mentalnya serta mengganggu kemampuan orang tersebut untuk menjalankan fungsinya. Beberapa contohnya adalah kecemasan, depresi, dan masalah keluarga.
Siapa saja orang atau kelompok yang lebih rentan mengalami masalah psikososial dalam kondisi seperti sekarang ini?
Orang yang sebelumnya telah memiliki kondisi kesehatan mental tertentu atau memiliki riwayat gangguan mental, orang dengan disabilitas, orang lanjut usia, wanita hamil, dan pekerja harian atau orang yang mata pencahariannya tidak tetap.
Siapa saja yang bisa atau disarankan untuk mengakses layanan pendampingan psikososial ini?
Orang yang positif Covid-19, keluarga dari orang yang positif Covid, ODP, tenaga kesehatan, keluarga dari tenaga kesehatan, atau orang yang mengalami kecemasan atau stres akibat situasi pandemi Covid-19.
Ketika seseorang menghubungi PDSKJI untuk pendampingan ini, layanan apa yang akan difasilitasi?
Layanan sejauh ini terbatas online. Bila diperlukan, akan direkomendasikan untuk menemui psikiater terdekat untuk konsultasi lebih lanjut dan pengobatan. Layanan pendampingan psikososial ini bukan sebagai pengganti konsultasi praktik. Jadi, bila ada yang memerlukan evaluasi lebih dalam, disarankan berkonsultasi ke praktik psikiater.
Bagi orang yang terinfeksi Covid-19, bagaimana hal ini memengaruhi kondisi psikososial mereka?
Di tengah pandemi Covid-19, siapa pun dapat terdampak dalam segi psikososial. Terlebih lagi, orang yang terinfeksi Covid-19. Dapat muncul kecemasan terkait kondisi kesehatannya, perasaan kesepian akibat dampak dari isolasi sosial atau karantina, perasaan putus asa, perasaan dikucilkan, atau tidak berharga bila terdapat stigma sosial akibat status Covid-19.
Bagi orang yang dekat atau kenal dengan orang yang positif Covid-19, dukungan apa yang bisa diberikan?
Yang paling penting tidak menstigma orang yang positif Covid-19. Tetap melakukan kontak melalui media komunikasi atau digital. Jika orang yang positif Covid-19 mengungkapkan kecemasannya, upayakan untuk menenteramkan. Berikan penguatan positif, dukungan, atau kalimat-kalimat penyemangat untuk meningkatkan motivasi orang yang positif Covid-19 untuk sembuh dan sehat kembali.
Bagi kita yang tidak mengenal orang yang positif Covid-19, bagaimana kita bisa membantu?
Tidak menstigma ini yang pertama. Lalu, jangan ikut menyebarkan berita hoaks. Kalau bisa, sebarkan berita yang positif dari sumber tepercaya. Berikan dukungan untuk tenaga kesehatan yang bertugas menangani Covid-19.
Selain itu, bantu kurangi penyebaran infeksi Covid-19 dengan cara tetap di rumah, rajin cuci tangan dengan sabun, menjaga jarak fisik 2 meter, menerapkan etika batuk atau bersin, dan gunakan masker bila sakit atau keluar rumah.
Apakah pembatasan jarak fisik (physical distancing) berpotensi menimbulkan masalah psikososial? Mengapa?
Ya. Imbauan physical distancing menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas rutin yang biasa dilakukan dan harus menjaga jarak dengan keluarga, teman, atau kerabat.
Kondisi ini dapat menimbulkan perasaan kesepian, bosan, cemas karena tidak dapat menjalani aktivitas, tidak dapat bertemu atau berdekatan fisik dengan orang yang disayang. Selain itu, kondisi ini dapat menimbulkan keresahan terkait kondisi finansial, pekerjaan, dan kehidupan pada masa depan.
Apa saja bentuk masalah psikososial yang umum dialami ketika interaksi dan pergerakan fisik dibatasi?
Paling umum adalah kecemasan (anxiety) dan depresi. Selain itu, pembatasan kontak sosial dan pergerakan fisik dapat menghambat orang yang memiliki gangguan mental kronis untuk mendapatkan akses konsultasi dan obat rutin dari dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater). Hal ini berisiko menimbulkan kekambuhan gejala gangguan mental.
Apakah orang yang ekstrover punya kecenderungan untuk lebih sulit beradaptasi pada masa “physical distancing”?
Orang ekstrover merasa nyaman dan berenergi saat berada dikelilingi orang lain. Kondisi physical distancing membuat mereka tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhannya untuk berada di sekeliling orang lain. Namun, kemampuan adaptasi tiap orang berbeda-beda. Orang ekstrover yang sehat secara mental dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan atau situasi yang ada.
Apa yang bisa dilakukan orang untuk tetap menjaga kesehatan mental di kala “physical distancing”?
Tetap menjaga pola hidup sehat meskipun harus mengisolasi diri atau karantina. Misalnya dengan makan makanan bergizi, tidur cukup, olahraga teratur.
Tetap lakukan kontak sosial dengan orang yang disayang, seperti keluarga atau teman, melalui media komunikasi digital. Bicarakan perasaan dengan orang terdekat atau yang kita percaya. Pilih informasi dari sumber yang tepercaya dan batasi diri dari informasi yang menimbulkan kecemasan.
Bisa juga mempraktikkan teknik relaksasi untuk membuat perasaan tenang dan menurunkan kecemasan. Bila timbul kecemasan yang meningkat, perasaan sedih dan putus asa, atau muncul pikiran untuk bunuh diri, cari pertolongan profesional, ke psikolog atau psikiater.
Seberapa besar kesehatan fisik berpengaruh pada kesehatan mental?
Kesehatan fisik dan mental saling memengaruhi. Orang dengan kondisi fisik kronis berisiko mengalami masalah kesehatan mental. Orang dengan kondisi fisik yang berat seperti Covid-19 dengan gejala berat seperti sesak napas dan demam dapat terpengaruh juga kondisi mentalnya, hingga muncul gejala sulit tidur, kecemasan, dan depresi.
Apakah olahraga akan membantu kita merasa lebih baik secara psikologis dan emosional?
Kondisi fisik yang sehat menurunkan risiko masalah kesehatan mental. Olahraga dapat meningkatkan kesehatan mental karena saat berolahraga tubuh seseorang mengeluarkan hormon endorfin yang membuat suasana perasaan seseorang menjadi baik. Bila dilakukan secara rutin, olahraga dapat membantu meningkatkan kondisi psikologis dan mental emosional seseorang.