Pukul tujuh pagi. Selepas mandi dan sarapan, Adisti, gadis cilik yang duduk di bangku kelas 5 SD, mempersiapkan buku-buku yang akan dipelajarinya hari ini.

Di masa pandemi, ibunya pernah mengatakan bahwa kebanyakan sekolah saat ini menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh atau daring. Tentu saja hal itu cukup sulit dilakukan di daerahnya. Adisti tinggal di Kampunglaut, Kabupaten Cilacap, wilayah pesisir yang terpencil.

Untuk menyiasatinya, Pak Sardi, wali kelas Adisti di sekolah, berinisiatif mendatangi rumah muridnya satu per satu. Beliau harus menempuh jarak kurang lebih 20 kilometer dari rumah dan masih harus naik perahu compreng dari dermaga ke Kampunglaut.

Suatu hari, Adisti pernah bertanya pada gurunya itu. “Bapak pernah tidak merasa capek atau bosan tiap hari melakukan rutinitas yang sama?”

“Bapak manusia biasa, perasaan itu pasti muncul sesekali, Nak. Namun, semua lelah itu hilang ketika Bapak melihat semangat belajar kalian,” ujar Pak Sardi.

“Bapak sudah lama mengajar di sini?” tanya Adisti lagi.

“Tiga puluh tahun. Dahulu, Bapak juga yang mengajar ibumu,” jawab Pak Sardi.

Adisti ingat, ibu memang pernah bercerita tentang Pak Sardi pada masa lalu.

Matahari sudah naik sepenggalah kepala, tetapi belum tampak tanda-tanda kehadiran Pak Sardi. Adisti mulai gelisah.

“Bu, mengapa Pak Sardi belum datang-datang ya?” tanya Adisti pada ibunya dengan nada khawatir. “Apa terjadi sesuatu pada beliau?”

“Berdoalah, Nak, semoga Pak Sardi selalu dalam lindungan Allah,” jawab ibu menenangkan.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu rumah. Ibu lalu membuka pintu.

“Bu, ada titipan pesan dari Pak Sardi. Beliau minta maaf hari ini tidak bisa datang mengajar,” ujar seorang anak muda laki-laki. Anak muda itu adalah tetangga sebelah rumah Adisti.

Kedua alis ibu mengernyit heran. “Apa yang terjadi pada Pak Sardi, Ryan?”

“Kecelakaan, Bu. Ada perahu motor terbakar di tengah lautan.”

“Pak Sardi tidak apa-apa kan, Mas Ryan?” kata Adisti dengan cemas.

Ryan lantas menggeleng. “Justru Pak Sardi yang membantu mengevakuasi korban-korban ke rumah sakit, Dek.”

“Alhamdulillah. Semoga semua korban dapat tertangani dengan baik,” kata ibu.

Dalam hati, Adisti mengamini. Ia lega sekaligus terharu. Lega karena Pak Sardi dalam kondisi yang sehat dan baik. Selain itu, terharu atas rasa simpati dan jiwa besar Pak Sardi.

Bagi Adisti, Pak Sardi adalah sosok pahlawan sesungguhnya pada masa kini. Pahlawan yang tak pernah mengharapkan tanda jasa. Dan, Adisti bangga menjadi seorang murid dari guru sehebat Pak Sardi.*

logo baru nusantara bertutur

Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Henny Widyaning F
Pendongeng: Kang Acep (Youtube : Acep Yonny)
Ilustrasi: Regina Primalita