Dari tadi pagi hingga menjelang siang, Padu mencari-cari makanan di sepanjang hutan Sumatera. Namun, belum Padu temukan. Padu lalu memutuskan berjalan ke pinggir hutan. Sesampainya di pinggir hutan, langkah Padu terhenti. Ia melihat banyak pohon rambutan berbuah, tetapi rambutan itu dikelilingi oleh pagar.
“Sepertinya rambutan ini punya Petani. Sudahlah…! Terpenting, bagaimana caranya aku bisa masuk ya?” batin Padu si Pelanduk.
Padu mengitari pagar. Ia lalu menemukan satu pagar telah lapuk. Padu kemudian mendorongnya hingga patah. Terbentuklah seperti terowongan kecil, sekiranya memuat badan Padu yang kecil. Sekarang Padu sudah di dalam.
“Saatnya aku makan sepuasnya,” gumamnya. Padu meraih buah-buah rambutan dan dengan rakus mulai memakannya. Tampak perutnya mulai membesar, tapi dia masih merasa lapar. Dia berpindah ke pohon lainnya. Akhirnya, perut Padu semakin membuncit dan seketika tertidur pulas di bawah pohon.
Padu baru tersadar ketika hari sudah sore. Padu ingin pulang. Dia melalui jalan yang sama. “Uuuhh, kok sekarang tidak bisa muat?” Padu yang tadinya kurus, sekarang badannya membesar dan kesulitan keluar pagar! “Aduh…, bagaimana ini?” Padu cemas.
Hari pun mulai malam, Padu masih belum bisa keluar. Saat itu lewat Lawa si Kelelawar. “Lawa ke mari! Aku tidak bisa lewat lubang pagar itu. Tolong keluarkan aku!” pinta Padu. Padu bercerita alasannya sampai bisa masuk.
“Maaf Padu, tubuhku kecil mustahil bisa membantumu. Begini saja, aku akan mencari pertolongan ke teman-teman,” kata Lawa.
“Baiklah, aku tunggu,” Padu menyetujui.
Padu lalu menunggu. Namun, setelah beberapa waktu, Lawa belum juga kembali, padahal hari sudah tengah malam. Padu pun gelisah. Padu dilanda perasaan bersalah. Ia menyadari dirinya terlalu rakus memakan rambutan. Ia lalu merenung, lalu muncul idenya. “Aku masuk dalam keadaan lapar, maka untuk keluar juga harus keadaan lapar. Aku akan puasa saja!” Begitulah idenya.
Besoknya perut Padu kembali lapar, tetapi Padu tidak mau makan lagi. Ia terus berpuasa, sampai akhirnya perutnya terlihat kembali mengecil! Padu lalu mencoba lagi lewat jalan yang sama. Akhirnya ia bisa keluar!
Di perjalanan pulang, Padu bertemu Lawa dan teman-temannya. “Syukurlah kamu bisa keluar,” kata Lawa. “Kami rencana mau ke sana menolongmu,” timpal teman-teman Lawa. “Iya, aku bebas. Tapi, aku tidak mau lagi ke sana. Aku menyesal dan malu atas perbuatanku.”
“Baguslah, Padu. Kamu sudah paham bahwa mencuri dan rakus adalah perbuatan tidak baik,” kata Lawa. Semua hewan lalu kembali ke tengah hutan.*
Penulis: Saharul Hariyono
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita