Memotret dengan kamera ponsel sudah menjadi hal umum yang kita lakukan, apalagi ketika akan menyantap makanan yang unik di sebuah kafe atau restoran. Bukannya buru-buru menyantap sebelum dingin, kebiasaan orang Indonesia pastilah mengeluarkan gadget seperti ponsel cerdas kemudian memotret makanan tersebut.

Langkah selanjutnya adalah membagikan hasil jepretan makanan tersebut ke berbagai media sosial. Jika Facebook dan Twitter sudah biasa, Path dan Instagram jadi andalannya. Namun, pernahkah terpikir untuk memotret sesuatu yang berbeda? Di tangan para fotografer media ternama Indonesia, ternyata foto hasil jepretan kamera ponsel tetap saja bernilai berita. Obyeknya kali ini di luar makanan yang akan disantap.

Dibukukan

Foto-foto hasil jepretan para fotografer media massa tersebut terangkum dalam buku North East South West. Para fotografer yang turut menyumbangkan isi di dalamnya adalah Dita Alangkara (Associated Press atau AP), Ahmad Zamroni (Majalah Forbes Indonesia), Yuniadhi Agung (Harian Kompas), dan Mast Irham (EPA).

Bedah buku North East South West ini diadakan di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia Shopping Town, Jumat (2/5). Acara ini turut menghadirkan sejumlah fotografer Indonesia yang tergolong senior. Di antaranya adalah Oscar Motuloh (fotografer senior Kantor Berita Antara dan kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara), Arbain Rambey (pengisi acara pada rubrik Klinik Fotografi Kompas dan pengisi acara Klik di Kompas TV), dan Beawiharta (fotografer Reuters).

Istilah “north east south west” yang berarti “utara timur selatan barat” tersebut tidak merujuk atau menjadi inisial keempat fotografer. Mast menjelaskan judul buku tersebut mengartikan bahwa foto dengan kamera ponsel bisa mengambil obyek yang berasal dari berbagai arah atau berbagai lokasi, dan tentu saja tidak sekadar memotret makanan. Hal ini tecermin dari berbagai foto hasil jepretan keempat fotografer.

Simak saja, di dalamnya terdapat foto seorang pria renta dengan gigi ompong yang tengah duduk di ranjang berteralis. Ternyata kakek tua tersebut menderita lepra. Meskipun mengalami sakit parah, kakek itu menampilkan senyum yang lebar seakan-akan tidak terjadi sesuatu pada tubuhnya. Dengan tampilan foto hitam-putih, kesan dramatis yang tertangkap dari foto tersebut makin kuat.

Meskipun demikian, Oscar masih menganggap bahwa para fotografer perlu keluar dari “jeruji-jeruji lensa” yang membelenggu. Artinya, saat memotret dengan kamera ponsel, inilah saatnya para fotografer media massa mengambil foto yang berbeda dari pekerjaannya, yaitu memotret suatu momen yang menjadi berita untuk media massa.

“Cobalah sesekali para fotografer ini mengambil sudut pandang lain. Meskipun memotret dengan kamera ponsel, jiwa wartawan mereka sepertinya tidak bisa dihilangkan,” cetus Oscar.

Akan tetapi, justru di sinilah yang menjadi keunikan para fotografer media massa. Meskipun hasil foto dalam kamera ponsel banyak yang lekat dengan hal-hal yang berkesan pribadi seperti keluarga dan persahabatan, para fotografer tidak melewatkan momen untuk mendapatkan foto menarik yang bernilai berita.

Kualitas foto

Lain halnya yang dilontarkan Arbain. Arbain mengungkapkan ada empat aspek yang memengaruhi kualitas hasil bidikan foto. Keempat aspek tersebut adalah aspek teknis, posisi, komposisi, dan momen.

“Soal teknis, cara-cara memotret, semua orang pasti bisa. Tetapi, alasan apa yang membedakan kualitas satu foto berbeda dengan foto lainnya padahal obyeknya sama? Ini karena posisi, komposisi, dan momen yang pas. Seorang fotografer sejati biasanya memiliki suatu gambaran dalam benaknya sebelum memotret obyek. Saat di lapangan, hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan apa yang digambarkannya,” tutur Arbain.

Hal inilah yang membuat kualitas sebuah foto kini tidak hanya tergantung pada kualitas kamera. Kamera yang sangat canggih tidak serta-merta menjamin kualitas foto. Namun, pengalaman dalam memotret dan mengakses foto-foto yang menarik itulah yang membuat foto yang dihasilkan seseorang menjadi menarik. Alasannya sederhana, ia mempunyai “bank foto” di dalam memori otaknya. Jadi, semakin banyak memotret, kemungkinan foto yang hasilnya baik pun akan semakin banyak.

Salah satunya terwujud dalam North East South West ini. Meskipun hanya terbidik oleh kamera ponsel, di tangan para fotografer media massa yang cukup berpengalaman, setiap foto seolah mempunyai kisah tersendiri. [MIL]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 6 Mei 2014

Foto: Seribu kata/Youtube