Untuk melewati malam Tahun Baru, Marko sekeluarga berkemah di salah satu bumi perkemahan yang berada di daerah Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. Letaknya tepat di kaki Gunung Salak, persis bersebelahan dengan Taman Nasional Halimun-Salak. Tak heran udaranya sangat bersih dan sejuk.
Malam tiba, ayah hendak menyalakan api unggun.
“Di sini saja, Om supaya tidak jauh dari tenda,” usul Viktor kepada Ayah Marko.
Ayah menggeleng, “Di situ, rumputnya masih bagus. Di sini saja, tempat ini juga bekas dinyalakan api unggun, jadi kita tidak merusak rumput.”
Ayah, ibu, Marko, dan Viktor duduk mengelilingi api unggun sambil memakan jagung bakar dan singkong goreng buatan Ibu. Nikmat sekali memakannya di tengah-tengah alam.
“Habis ini apa yang akan kita lakukan, Om?” tanya Viktor.
“Bagaimana kalau kita bermain tebak-tebakan?” usul Marko.
“Jangan! Kita nyalakan kembang api saja. Aku kemarin bawa beberapa dari rumah. Tunggu sebentar!” Viktor masuk ke dalam tenda lalu kembali dengan membawa lima gelondongan kembang api.
“Ya, ampun, Vik! Kamu mau menyalakan kembang api di tengah-tengah hutan?!” Marko heran.
“Memangnya kenapa? Malam Tahun Baru tidak seru kalau tidak menyalakan kembang api,” ujarnya semangat.
“Bum! Duar!” Tampak kilatan kembang api di langit. Disusul kembang api yang lain. Rupanya ada pengunjung lain yang menyalakannya.
Tak lama kemudian, datang beberapa petugas perkemahan dan penjaga Taman Nasional menghampiri lokasi tempat dinyalakannya kembang api. Ayah, Marko, dan Viktor pun mengikuti dari belakang.
“Mohon maaf, di sini dilarang menyalakan kembang api!” kata salah satu petugas.
Para pemuda yang tengah berpesta kembang api tampak segan.
“Percikan apinya dapat memicu kebakaran hutan,” lanjut petugas lainnya.
“Selain itu, suara dentumannya bisa mengganggu dan menakuti satwa-satwa di sekitar taman nasional. Beberapa satwa ada yang memiliki pendengaran lebih sensitif dari manusia. Jadi, kalian tidak mau kan, kalau lagi enak-enak tidur ada yang menyalakan petasan persis di depan telinga kalian?!” ujar petugas satunya lagi.
Kali ini, para pemuda itu tertunduk.
“Sudah tahu kan, bahayanya kembang api bagi hutan?” Marko menyikut Viktor.
Viktor tersenyum malu. Dia sudah menikmati banyak manfaat dari alam. Sudah sepatutnya dia membalas kebaikan alam dengan menjaganya. *
Penulis: Vina Anne
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita