Seni piksel yang mulai naik dengan perbincangan metamesta dan Crypto Punk memberi celah kreatif bagi Be Pixels, kreator visual yang mengambil elemen nostalgia dalam karyanya.

Skena seni atau kreasi biasanya memiliki daur khusus. Skena yang pada suatu masa tenggelam, di masa yang akan datang masih mempunyai kesempatan untuk kembali lagi. Inspirasi yang dibawanya menetap, kemudian bisa diaplikasikan ke dalam karya-karya baru.

Mula kemunculan seni digital di dunia sangat dipengaruhi teknologi. Prosesor, sensor layar, dan kartu grafis yang semakin canggih membuat visual di layar produk digital bisa semakin mirip dengan dunia nyatanya. Karya kreasi yang masih menggunakan teknologi lama juga perlahan tergantikan. Karya-karya itu menunggu masanya untuk kembali sebagai skena retro atau dalam istilah kiwari disebut sebagai “throwback”.

Karya visual piksel pernah mewarnai tampilan muka pada medium digital sejak mula komputer diperkenalkan. Karya ini mengalami masa keemasan ketika komputer personal dan turunannya ke berbagai aplikasi mulai menjadi teknologi masal pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Sejumlah aplikasi, terutama gim, membuat model visual piksel akrab terhadap mereka yang mengalami mula peradaban komputer.

Pangsa tersebut menjadi salah satu yang dibidik kreator digital asal Jakarta, Avin Filemon, yang dikenal dengan moniker Be Pixels. Sesuai dengan monikernya, Avin membuat karya-karya visual dengan resolusi kecil (pixelated), yang dalam skena dikenal dengan istilah seni piksel.

Inspirasi Gim

Portfolio Be Pixels
Karya berjudul “Claw Machine” yang terdapat dalam kumpulan karya Be Pixels di Form Function.

Objek-objek yang diambil Be Pixels, sebagaimana tampak di laman Instagramnya, banyak mengambil elemen yang akrab dengan dunia gim dari masa ke masa. Ada yang berbentuk kartu, latar (termasuk isometri trimatra), dan bahkan pirantinya (konsol dan arkad).

“Awal mula saya mengambil karakter seni piksel adalah dari gim seperti Pokemon pada era Nintendo Gameboy,” kata Avin.

Inspirasi tersebut ia ambil untuk menghasilkan karya-karya visual yang masuk ke dalam genre seni piksel. Skena NFT yang naik pada tahun 2021 menjadi salah satu pendorong Avin untuk semakin banyak menghasilkan karya.

“Dengan skena ini, saya mencoba hal-hal baru seperti isometric, stamp, atau animated pixel,” sambung Avin. “Benang merahnya tetap pada seni piksel.”

Seni piksel memang turut mengalami kenaikan percakapan ketika skena NFT muncul. Salah satu karya atau proyek terkenal, Crypto Punks, mengambil ceruk seni piksel yang kemudian memunculkan banyak turunannya. Ketika fokus para pegiat seni piksel diarahkan ke karya gambar profil, Be Pixels justru memilih visual yang dulu menjadi latar atau peran lain.

“Saya lebih tertarik untuk melihat visual dan suasana dari gim, terutama yang diimplementasikan ke desain ruang virtual,” ujar Avin yang kemudian mengambil jurusan desain interior ketika kuliah. “Dari situ saya mendalami lebih lanjut mengenai dunia visual ruang.”

Dalam portfolionya yang berjudul ISO-Apartment, Be Pixels membuat sejumlah ruang atau interior dalam format seni piksel. 6 buah unit ruangan yang disediakan sudah terkoleksi. Demikian juga dengan karya-karyanya yang mengangkat berbagai obyek nostalgia seperti perangko, pemutar kaset, sampai ke mesin arkad. Karya tersebut juga berhasil menjumpai kolektornya.

“Rata-rata mereka adalah penyuka seni piksel,” imbuh Avin yang mengaku memiliki lebih dari 300 kolektor. “Mungkin mereka teringat dengan berbagai elemen nostalgia seperti masa kecil saya bermain gim dengan tampilan piksel.”

***

Portfolio Be Pixels
“Vending Cassettes” karya Be Pixels di Form Function.

Nama
Avin Filemon

Tempat, Tanggal Lahir
Jakarta, 21 April 1993

Pendidikan
S1 Interior Design

Tautan Portfolio
https://lynkfire.com/be.pixels