Globalisasi bukan lagi istilah asing saat ini. Ini lebih pada situasi di mana dunia seolah terlipat. Segala macam hal di dunia ini dapat dengan mudah kita akses, bahkan dari genggaman tangan kita. Hal tersebut berkat teknologi informasi yang amat canggih.
Globalisasi, menurut Achmad Suparman, adalah suatu proses yang menjadikan suatu benda atau perilaku sebagai ciri dari setiap individu di dunia tanpa dibatasi wilayah. Globalisasi terjadi karena perkembangan manusia yang berpikiran maju.
Faktor utama penyebab globalisasi, yaitu perkembangan teknologi dan informasi yang menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas (borderless).
Perkembangan yang sangat cepat mengakibatkan suatu evolusi yang bahkan manusia sendiri sampai saat ini masih belum dapat memprediksi evolusi yang bagaimana yang akan terjadi beberapa dekade, beberapa tahun, bahkan beberapa bulan ke depan. Para ahli menyebutnya sebagai era distrupsi.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, dalam bukunya Distruption: Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban mengungkapkan, distrupsi makin hari makin menguat. Distrupsi ini akan berlangsung dalam waktu yang lama, tetapi evolusinya akan berlangsung sangat cepat.
Bagi masyarakat yang merayakan perubahan dan siap dalam menghadapinya, maka distrupsi adalah masa depan. Namun, bagi mereka yang sudah nyaman dengan keadaan sekarang (belum mau lepas dari zona nyaman) dan takut dengan perubahan, distrupsi menjadi momok atau ancaman, bahkan menganggap awal dari kepunahan.
Guna melakukan persiapan dalam menghadapi era distrupsi, negara harus memiliki program yang terintegrasi, sustainable, dan inovatif, serta tidak melupakan nilai-nilai moral Bangsa Indonesia. Hal yang paling perlu disoroti adalah bagaimana membangun SDM yang berdaya saing dengan tetap memegang nilai-nilai moral.
Kita atau negara ini bisa melakukan beberapa hal untuk mempersiapkan generasi mudanya. Pertama, menyeleksi masuknya budaya luar yang justru bertentangan dan merusak budaya/nilai moral Bangsa Indonesia. Kedua, mengembalikan nilai-nilai Bangsa Indonesia yang toleran, gotong-royong, peduli terhadap alam dan lingkungan, serta beradab.
Ketiga, mengembangkan potensi sesuai dengan bakat masing-masing (profesionalisasi dan spesialisasi). Keempat, menumbuhkan karakter bela negara dengan penanaman perjuangan pahlawan. Kelima, pemberantasan narkoba dan korupsi sampai pada akar-akarnya, sembari menanamkan konsep anti korupsi sedari dini.
Setelah membangun generasi muda, negara harus mampu mengelola kapital (modal) yang dimilikinya, seperti SDM, sumber daya alam, kekuatan finansial, kekuatan militer, serta keuntungan letak geografis secara proporsional, transparan, akuntabel.
Era distrupsi ini merupakan masa yang sangat berat jika negara dan warganya tidak siap secara strategi dan taktik.
Negara-negara adidaya maupun negara yang mencoba menjadi adidaya telah menjajal  segala cara untuk melakukan dominasi dan haegemoni untuk menaklukan/mengatur negara lain. Bahkan tidak menutup kemungkinan menggunakan perang proxy, pelemahan karakter dan budaya, hingga menghancurkan generasi muda negara lainnya.
Dengan demikian, ketahanan nasional Indonesia harus disiapkan untuk menghadapi tantangan global. Caranya, pertama, membangun industri negara dalam tingkat global. Kedua, mengelola sumber daya alam secara mandiri. Ketiga, membangun sistem ketahanan nasional semesta (Astagatra dan informasi/siber). Keempat, membuat inovasi skala global (contoh Jepang sebagai negara produsen robot). Kelima, melakukan sinergitas antara negara (state actor) dengan MNCs, LSM, INGO (non-state actors).
Oleh Alfin Reza Syahputra STrK
Mahasiswa S-2 Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia