Menelusuri sebuah museum sejatinya menjadi pintu untuk mengetahui banyak hal. Artefak dan fosil dari masa lalu, benda-benda antik dan bersejarah, koleksi seni dan budaya, dan masih banyak lagi ragam jenisnya, mengantar cerita yang tak sedikit tentang berbagai hal yang telah terjadi. Namun, tidak banyak museum yang membuka pintu cakrawala untuk menyelami dunia seni dan desain, sejarah, filosofi, dan psikologi sekaligus.

03

Harry Darsono (65) membuka pintu rumahnya di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan, dan menguak semua itu di dalamnya. Ia memperkenalkan dunia yang tak banyak disentuh orang. Ikut terbawa ke dalam arusnya yang liar, bergerak cepat, tetapi juga menguarkan kekaguman.

“Ini sebenarnya bukan museum, ini rumah saya. Tempat saya memajang hasil karya saya dan benda-benda koleksi saya. Tapi, suatu hari diminta untuk dijadikan museum, maka sejak itu disebutnya Museum Harry Darsono,” ujar desainer adibusana kenamaan Tanah Air itu, Selasa (7/6).

07

Sulit untuk tidak terpana melihat kedetailan dan kerapian pekerjaan tangannya yang bisa disimak lewat busana-busana haute couture, lukisan, sulaman, mozaik, dan beragam kriya yang lain. Kostum panggung buatannya yang digunakan untuk berbagai produksi panggung, seperti pertunjukan karya Shakespeare, yakni Hamlet, Julius Caesar, Romeo dan Juliet selama lebih dari 1 dekade terpampang. Demikian pula gaun-gaun yang pernah dikenakan Lady Diana, Ratu Rania dari Jordania, Ratu Sirikit dari Thailand saat acara koronasinya, hingga yang pernah dikenakan para ratu kecantikan dunia.

Dari berbagai karya desainnya, kita diajak memahami “kultur” kaum bangsawan yang terbiasa menggunakan benang emas dan berlian sebagai bagian dari material busananya. Bukan perkara mudah bagi Harry untuk mendapatkan kembali hasil karyanya ini. Sebagian hasil barter, tidak sedikit yang merupakan hasil perburuan di Balai Lelang Christie.

19

Dari balai lelang kenamaan ini pula, Harry mendapatkan meja tulis Ernest Hemingway, surat bertuliskan tangan Albert Einstein, air mancur parfum milik Louis XV, tiara milik Lady Diana, bahkan terompet sangkakala dan gulungan buku Nabi Musa. Saking banyaknya koleksi yang dimiliki, ia menggilir benda-benda koleksi yang dipamerkan setiap enam bulan sekali. Saat ini yang dipamerkannya adalah karya-karya dari era 1970–1979.

Namun begitu, kisah hidup Harry menjadi benang merah dari setiap benda yang ditemui. Berserakan di antara koleksi benda antiknya, karya-karya adibusananya, dan ragam produk yang juga dirancangnya, mulai dari ponsel, logo perusahaan, hingga ragam aksesori desain interior.

Membuka mata

Dengan lincah dan kecepatan tinggi, yang tidak menurun meski berlangsung lebih dari 2 jam, Harry menyelipkan cerita di balik setiap benda yang dipamerkan. Tak seindah warna-warni yang ditampilkan lewat karya-karyanya, Harry melewati masa kecil yang terbilang sulit.

Ia mengaku harus berhadapan dengan gangguan perilaku yang disebut attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Menjadikannya hiperaktif, sulit diatur dan fokus, serta membuatnya gonta-ganti sekolah hingga 6 kali dalam waktu singkat. Pada usia 9 tahun, ia sulit berbicara. Terus berlangsung selama 23 tahun. Selama itu, ia menggunakan bahasa isyarat dan gambar sebagai media komunikasi dengan orang lain.

Ia akan menggambar kue jika menginginkannya. Kepada sopir taksi di Paris, tempatnya bermukim selama proses terapi, ia akan menggambar bangunan sebagai patokan arah yang akan ditujunya. Menggambar—dan musik—menjadi bagian dari proses terapi yang dijalaninya.

Ribuan atau bahkan jutaan gambar, baik sketsa maupun lukisan, sejak ia kecil bisa ditemui di sini. Setiap gambar mewakili kondisi atau perasaan yang dilaluinya. Sebuah lukisan berukuran besar yang menggambarkan pemandangan di Pegunungan Himalaya mengantar kisahnya saat berusia 14 tahun. Saat ia merasa amat frustrasi dengan kondisinya dan hendak menghabisi diri. Gambar lain yang dibuatnya saat berusia 9 tahun, berupa sketsa bangunan bergaya barok yang terilhami lingkungan tempat tinggalnya di Paris, menjadi rupa wajah rumahnya saat ini yang telah menjadi museum.

05

“Alkalin dalam tubuh saya sangat tinggi. Saya hanya butuh 2,5 jam untuk tidur setiap hari. selebihnya, saya berkarya,” ceritanya. Karyanya ini pun berjumlah ribuan dan terserak di berbagai belahan dunia. Harry tak hanya seorang perancang adibusana, tetapi juga desain industri, furnitur dan produk, bahkan arsitektur.

                Ia merancang ponsel yang didaulat termahal di dunia, merancang teaset khusus untuk kaum bangsawan Inggris, furnitur, hingga aksesori desain interior yang memikat serta penuh makna. Harry yang memiliki dua gelar doktor, di bidang Art and Design dari Ecole Superieur Beaux Arts, Perancis, dan di bidang Philosophy and Psychology di Universitas Oxford, Inggris, itu juga memperlihatkan rancangannya yang unik. Sisi kiri dan kanan tak pernah terlihat sama.

“Itu untuk mengingatkan bahwa setiap orang selalu berbeda. Alis kiri dan kanan kita saja tidak sama, apalagi manusia. Tidak mungkin disuruh sama semua. Jadi kalau punya anak dua, misalnya, ya tidak bisa membuat si A dan B itu sama. Cara mendidiknya pun tidak sama,” terangnya.

Berkali-kali ia menegaskan, rumah museumnya adalah pembuka mata. “Bagi orangtua, pendidik, hingga politisi. Saya juga berusaha memperlihatkan bahwa anak-anak ADHD pun bisa memiliki masa depan yang baik apabila kita memberi kesempatan dan memberi arahan yang tepat.” Semua lewat sentilan karya, yang kerap terasa jenaka tetapi juga menampilkan kejeniusan. [MI RANI ADITYASARI]

Berkunjung ke Rumah Harry Darsono

Berbeda dengan museum pada umumnya, di sini, kita boleh memegang bahkan mengenakan gaun rancangan Harry Darsono. Namun, pengunjung wajib menggunakan sarung tangan karet yang telah disediakan. Gunakan pula sandal khusus yang telah disediakan untuk berkelana di seluruh museum berlantai 3 ini. Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum berkunjung.

  1. Jumlah pengunjung minimal 12 orang, maksimal 18 orang. Bila kurang dari 12 orang, akan digabungkan dengan grup lain.
  2. Lakukan reservasi dengan pihak museum terlebih dulu untuk jadwal kunjungan.
  3. Gunakan busana santai, warna polos atau tanpa motif. Karena pengunjung berkesempatan untuk mengenakan beberapa rancangan Harry Darsono serta berfoto dengannya.
  4. Datang tepat waktu, 15 menit sebelum tur dimulai. Setelahnya gerbang akan ditutup dan tidak boleh dibuka lagi terkait keamanan dan perjanjian dengan pihak asuransi. Jika terlambat, sudah pasti Anda tidak akan bisa masuk.

Donasi sebesar Rp 185 ribu untuk kegiatan sosial-edukatif di bawah naungan Yayasan Harry Darsono.

foto: Tommy Budi Utomo

noted: museum pembuka pikiran