Waktu itu awal tahun 1900-an. Seorang pemuda berusia belasan tahun yang penuh semangat mengayuh sepeda Simplex miliknya ke beberapa rumah tokoh-tokoh politik. Dr Douwes Dekker dan tokoh partai Sosialis Belanda Van der Zee hanya segelintir di antaranya. Di sana, ia bertukar pikiran tentang permasalahan yang dihadapi orang-orang Betawi.
Pemuda itu adalah Muhammad Husni Thamrin, anak seorang wedana di Betawi, Tabri Thamrin. Ketidakmampuannya meneruskan sekolah di Koning Willem II (setaraf sekolah lanjutan) karena kondisi ekonomi keluarga tidak menyurutkan kepedulian dan niatnya untuk melakukan sesuatu untuk bangsanya.
Baca juga: 3 Taman Makam Pahlawan yang Terkenal di Indonesia
Betawi
Kecakapan dan keberanian Thamrin menuntunnya menduduki posisi-posisi berpengaruh di dalam pemerintahan. Ia mewakili kaum Betawi di dalam Gemeenteraad Batavia (dewan kota) dan mewakili bangsanya dalam Volksraad (dewan rakyat). Dalam Gemeenteraad, ia bersuara lantang mengupas keburukan kampungnya dan menuntut kesejahteraan untuk perbaikan hidup rakyat Betawi.
Thamrin menaruh perhatian besar misalnya pada masalah banjir. Ia mengusulkan untuk memperlebar kanal-kanal Ciliwung dan memperbanyak cabang-cabangnya. Hasil perjuangan lain yang sampai kini masih bisa dinikmati warga Jakarta adalah pembuatan saluran air minum untuk Pejompongan.
Waktu itu, dirasakannya persediaan air minum bagi rakyat Betawi masih kurang. Dengan perjuangannya yang gigih, ia terus mengemukakan hal itu pada rapat Gemeenteraad. Tuntutannya dikabulkan. Pemerintah Kota Betawi kemudian membangun saluran air minum Tjiliwung Kannal.
Setelah hampir sepuluh tahun menjadi anggota Gemeenteraad, Thamrin muncul membawa angin segar dalam Volksraad pada 1927. Pada posisi ini, ia berhaluan kooperatif, mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Ia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui dewan dengan semboyan “biar lambat asal selamat”. Meski begitu, ia juga tetap menolong perjuangan partai-partai yang berhaluan nonkooperatif.
Ketika itu, banyak pemimpin rakyat yang ditangkap dan dipenjarakan akibat tindakan reaksioner dari pemerintah kolonial. Thamrin pun membentuk Fonds Nasional dengan maksud mengumpulkan dana guna menyokong mereka yang di dalam penjara dan pengasingan, termasuk Bung Karno.
Baca juga: Maria Walanda Maramis, Pejuang Hak Perempuan
Perkebunan
Thamrin juga mengunjungi perkebunan-perkebunan di Sumatera. Di sinilah ia melihat ketidakadilan bagi pekerja perkebunan. Di sana diberlakukan purnale sunctie. Kuli perkebunan diperlakukan pemerintah kolonial dengan semena-mena.
Pertentangan pun timbul dari para pekerja tersebut. Mereka melawan, bahkan membunuh asisten perkebunan. Isu ini besar dan dibahas dalam surat-surat kabar serta dibicarakan dalam Volksraad. Thamrin pun berpidato menentang sistem ini, yang juga dikutip surat-surat kabar di Amerika Serikat. Purnale sanctie pun berangsur-angsur dihapuskan.
Baca juga: 5 Tempat Wisata Sejarah Proklamasi Indonesia
Cikal bakal Persija
Tak hanya dalam bidang politik, Thamrin juga berperan dalam dunia sepak bola dengan mendukung dibentuknya Voetbalbond Indonesische Jakarta (VIJ), cikal bakal Persija. Ia bahkan penjadi pembinanya. VIJ ini pulalah yang mendorong dibentuknya PSSI di Yogyakarta pada 19 April 1930.
Kini, setiap kali mendengar nama MH Thamrin atau melewati jalan MH Thamrin, ingatlah bahwa berkat seseorang yang vokal dan gigih tersebut, kita dibantu meraih kemerdekaan. Thamrin adalah pahlawan yang berkarya di banyak bidang untuk satu tujuan, kemandirian rakyat. [NOV]
Quote
Biodata
Nama : Mohammad Husni Thamrin
Tempat Lahir : Sawah Besar, Jakarta
Tanggal Lahir : 16 Februari 1894
Wafat : 11 Januari 1941
SK Presiden : Keppres Nomor 175, 28 Juli 1960
Testimoni
MH Thamrin menjadi sosok yang menarik karena ia tidak seperti pahlawan kebanyakan yang maju ke medan perang dengan senjata atau kekerasan. Saya menyebut dia sebagai pahlawan intelektual. Perjuangannya lebih ke arah pendidikan, terutama pendidikan politik. Terus dia juga menggerakkan rakyat Indonesia agar lebih mencintai budaya sendiri. Di zaman sekarang, tantangan terberat kita adalah globalisasi. Atas nama globalisasi orang kerap mengorbankan budaya sendiri. Seperti MH Thamrin, seharusnya kita mengupayakan juga untuk tetap mempertahankan budaya kita
Meskipun datang dari keluarga terpandang, Thamrin tidak menjadikan status tersebut sebagai tembok yang menghalangi pergaulannya dengan rakyat jelata. Perjuangannya pun didasari keprihatinan terhadap kehidupan masyarakat saat itu. Inilah nilai yang seharusnya dicontoh, bukan dilupakan, oleh para petinggi pemerintahan.
Berapa banyak Anda kenal dengan pahlawan nasional kita? Yuk kenali tokoh-tokoh pahlawan berikut ini