Lama tidak mencicipi indahnya kampung halaman, sedikit demi sedikit sudah mengalami perubahan. Dulu, hampir 5 tahun yang lalu, sebuah perbukitan tempat biasa kami menghabiskan sore dengan bermain layangan dan memandang Danau Toba dari kejauhan, kini telah dipoles dengan cukup apik dan mengundang decak kagum. Padahal, dulu bukit ini hanyalah semar belukar yang dipenuhi hutan pepohonan Pinus dan kalau boleh jujur bukit ini adalah salah satu spot terbaik kami sebagai anak-anak kampung bermain menghabiskan sore hari dengan ragam canda tawa. Kini, ibarat roda pasti berputar semuanya telah berubah, berubah menjadi sebuah tempat yang menakjubkan.
Salah satu yang membuat rindu pulang ke kampung adalah dengan suasana pemandangan dan kualitas udaranya yang segar selama berada di kampung. Sejenak mengisolasikan diri dari rutinitas denyut nadi kota metropolitan yang kadang kala menjengkelkan dan membuat emosi tumpah ruah ditambah kadar udara yang terkadang tidak bersahabat. Hampir 6 jam bahkan bisa mencapai 8 jam perjalanan mudik dari Kota Medan ke pinggiran Danau Toba di Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Akses ke daerah ini dapat menggunakan bus via Medan–Pematang Siantar, untuk selanjutnya diteruskan dengan angkutan umum yang memakan waktu hingga 2 jam lebih.
Kisah menarik juga kadang kala saya jumpai dan temui dalam perjalanan di dalam bus maupun angkutan umum. Orang berdesakan, berdiri, duduk di lantai bus, bahkan kalau diizinkan, mereka mau duduk di atas atap bus. Semuanya dilakukan demi dapat berkumpul bersama keluarga tercinta di rumah. Melihat ini, saya juga sempat menerawang dan tersenyum mendengar anekdot di ibu kota negeri ini, Jakarta. Bahwa siapa pun gubernurnya, tidak akan mampu membuat jalanan Ibu Kota tampak lengang dan sepi. Semuanya bisa tuntas dengan hadirnya Lebaran, salah satu ritus penting umat Islam di seluruh dunia.
Begitu mendengar kabar bahwa tempat kami bermain dulu, sudah disulap menjadi obyek wisata baru, aku pun langsung bergegas melihat keadaannya. Alangkah terkejutnya ketika di hadapan mata hadir beragam fasilitas yang menarik. Salah satu perubahan besar adalah dibangunnya wahana paling seru yaitu rumah pohon di atas puncak Simarjarunjung, tempat yang pernah menjadi saksi bisu masa kecil kami dengan teman-teman. Padahal, kalau diingat-ingat, dulu, tempat ini hanya kumpulan hutan pinus dan semak belukar tempat kami bermain mencari binatang-binatang kecil, tetapi sekarang semuanya telah berubah menjadi tempat yang luar biasa indahnya.
Selintas rumah pohon yang ada di Bukit Simarjarunjung hampir mirip dengan rumah pohon yang ada di Kalibiru, Yogyakarta. Bedanya adalah obyek pandangannya, kalau di Bukit Simarjarunjung di depan kita akan jelas terhampar Danau Toba, danau yang saat ini menjadi salah satu ikon Indonesia di mata dunia. Akses ke rumah pohon ini tidak terlalu sulit, hanya saja dibutuhkan sedikit tenaga ekstra untuk naik ke puncaknya, karena di sanalah tempat rumah pohon yang menjadi primadona berada. Selain itu, dibutuhkan adrenalin yang kuat untuk bisa naik ke atas rumah pohon. Sebab, keamanan menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing jika sudah sampai di atas. Tapi, jangan khawatir, begitu sampai di atas, sejauh mata memandang, di depan kita akan terhampar luasnya danau purba Super Volcano Toba dengan segala keindahannya. Pikiran kita pun dijamin akan terasa relaks dan perasaan tenang berdegup menghampiri kita. Ah, alangkah tidak bersyukurnya kita selama ini menikmati apa yang diberikan Sang Maha Pencipta.
Ibarat pepatah, roda pasti akan berputar, kadang di atas, kadang di bawah, begitu juga pengalaman yang terjadi selama hidup ini, dulu mungkin tempat ini (Simarjarunjung, Red) tidak terlintas di benak hati kecil kami yang sedang asyik-asyiknya berkejar-kejaran membayangkan tempat ini akan seramai ini. Tapi, inilah hidup tempat masa kecil kami akhirnya telah disulap menjadi tempat yang lebih baik lagi. Hanya satu harapan kami, agar tempat yang sudah jadi lebih baik lagi ini, dijaga, dipelihara dari tangan jahil dan perbuatan kotor yang mencoba merusak kenangan masa kecil kami. Sebab, inilah hadiah Sang Pencipta yang telah diberikan kepada manusia, tugas kita hanya menjaga dan merawat dengan sebaik mungkin.
Akhirnya, tiada tempat terindah selain bisa berkumpul bersama di kampung halaman, bercanda bersama, dan menceritakan keseruan dan kesuksesan masing-masing. Semoga selamanya kenangan kita tetap terjaga dan tersimpan tinggi dan indah, seelok indahnya Bukit Simarjarunjung. [Muhammad Hisyamsyah Dani]