Kebab sudah diterima oleh lidah orang Indonesia. Pelan, tetapi pasti, penganan khas Timur Tengah itu menjadi salah satu pilihan kuliner masyarakat. Bisa jadi, kepopuleran makanan itu karena andil pasangan Nilamsari (32) dan Hendy Setiono (31) yang mendirikan usaha Kebab Turki Baba Rafi (KTBF). Usaha ini dirintis sejak 2003 saat mereka masih muda.

Setelah 11 tahun berjalan, Kebab Turki Baba Rafi sudah memiliki 1.300 gerai di seluruh Indonesia dengan komposisi 85 persen gerai berstatus franchise. Pasutri itu pun mendirikan Baba Rafi Entreprise yang membawahi Kebab Turki, Ayam Bakar Mas Mono, Voila Indonesia, Bebek Garang, dan Baba Rafi Academy.

“Kami ingin menjadi global brand pada 2017. Karena Kebab Turki sudah masuk pasar Asia dan sedang menjajaki pasar Eropa. Di Malaysia ada 24 outlet, Filipina 14 outlet, Tiongkok ada 1, Sri Langka, Brunei, Singapura, India, dan menyusul ada Belanda. Target kami pada 2017, akan ada 4.000 outlet yang berdiri,” ujar Direktur Marketing Baba Rafi Nilamsari saat ditemui di Graha Baba Rafi, Fatmawati, Jakarta, Jumat (17/10).

Baba Rafi tidak lagi hanya bermain di level “gerobakan”, sebab mereka sudah merambah kios dan minicafe. Seperti halnya di Malaysia, seluruhnya sudah di dalam ruangan, tidak hanya kios. Semua bahan baku dikirim dari Indonesia dan perihal rasa akan disesuaikan dengan lidah konsumen di setiap tempat.

Konsep indoor dimulai karena memang pasarnya sudah ada. Untuk indoor, menu nasi akan mulai diadakan. Namun, satu yang tetap dijaga adalah kekhasan Timur Tengahnya. Kabar terbaru, Baba Rafi sudah menciptakan frozen kebab agar bisa dibawa dan dimasak sendiri di rumah. “Bahkan untuk packaging saja kami selalu mengganti desain setiap bulan. Hal in terkait dengan inovasi. Karena kami selalu mengedepankan inovasi dalam bisnis,” ujarnya.

Nilam mengatakan, perusahaannya sedang ingin menambah persentase jumlah gerai yang dikelola sendiri menjadi seimbang dengan jumlah franchisee. Caranya, beberapa depo di delapan kota mulai dibuka dan di area depo tersebut akan dibuka minimum 20 gerai. Hal ini agar omzet perusahaan juga bisa bertambah.

“Ini untuk melakukan standardisasi produk kami. Masalahnya, kami kerap kesulitan untuk menyamakan standar outlet di franchisee. Bisnis itu juga harus diolah dan diperhatikan, bukan hanya mendapatkan keuntungan,” ujarnya.

Nilam menjelaskan, Baba Rafi tidak hanya menjual kuliner, tetapi menjual sistem. Oleh karena itu, harga satu kios gerobak pun bisa dikatakan mahal. Namun, Nilam menjamin pembeli akan balik modal dengan waktu yang relatif singkat. Misalnya, untuk kios paling murah seharga Rp 70 juta akan balik modal setelah 1,5 tahun.

Selain berbisnis, Baba Rafi peduli dengan penciptaan wirausaha Indonesia. Untuk itu, Baba Rafi mengadakan tanggung jawab sosial perusahaan dengan mengadakan pelatihan kerja dan kewirausahaan yang diberikan nama Baba Rafi Academy. Selain melatih untuk menciptakan wirausaha, Nilam mengatakan, akademi ini bisa membantu para lulusan SD atau SMP agar bisa mendapatkan pekerjaan. Untuk itu, Baba Rafi bekerja sama dengan 12 lembaga pelatihan di 12 kota guna menyukseskan program ini.

“Mereka bisa belajar apa pun tentang apa pun di sana. Ingin kerja di bidang kuliner, jadi wirausaha, atau jadi operator di sebuah perusahaan kuliner bisa dilakukan di sini. Selama 3 bulan mereka bisa sekolah gratis, bahkan untuk beberapa tempat kami sediakan tempat tinggalnya dan baju. Kami ajari hospitality, greeting, hingga memperlakukan makanan. Mereka dapat sertifikat untuk kemudian digunakan mencari pekerjaan. Namun, jika ingin bekerja di Baba Rafi, kami bisa menyediakan,” ujar Nilam.

Baba Rafi Academy juga menyediakan Baba Rafi Mentoring. Para wirausaha yang tertarik ikut pelatihan bisa ikut serta. Minimal memiliki usaha selama satu tahun berjalan. Sekarang ini sudah menginjak batch ke-11. Di sana, mereka diajarkan mengenai seluk-beluk bisnis dari para manajer Baba Rafi. Banyak yang dipelajari, misalnya menghitung tunjangan kerja karyawan, penggajian, dan masalah pemasaran.

“Awalnya, kami tidak menarik uang. Tetapi, hal itu malah membuat peserta tidak konsisten. Pasalnya, kami hanya bisa 13 orang maksimalnya. Sayang sekali, kalau selama 3 hari pelatihan, bolong-bolong presensinya. Kalau kurang dari 13 orang, kelasnya juga tidak hidup. Dengan adanya uang yang digunakan untuk konsumsi, mereka bisa lebih konsisten mengikuti pelatihan,” ujarnya.

Usaha yang dilakukan Baba Rafi cukup membuahkan hasil. Setelah membuka konsep depo, pendapatan mereka beberapa bulan terakhir cukup meningkat. Nilam menjelaskan, rata-rata omzet per tahun meningkat 15 persen. “Jadi, kalau dikatakan bisnis waralaba, kok, menurun sekarang, itu tergantung dengan pemegang mereknya. Apakah mereknya itu bagus atau tidak,” pungkasnya.  [VTO]

Jakarta Office
Graha Baba Rafi
Jl RS Fatmawati No 33
Pondok Labu – Jakarta
[email protected]

GALERI