Jumlah pengguna internet yang besar dengan tingkat konsumsi yang tinggi membuat Indonesia menjadi pasar yang seksi bagi banyak produk. Tak terkecuali, produk video on demand (VOD). Namun, apakah benar prospeknya cemerlang?

Dalam waktu singkat, layanan VOD asing terus masuk ke Indonesia. Semenjak kanal 4G diperkenalkan, berbagai layanan aplikasi asing tak terkecuali VOD terus masuk ke Nusantara. Layanan VOD sendiri sudah dirintis oleh salah satu provider besar di Indonesia melalui merek Usee TV sebelum asing masuk.

Gema VOD makin keras saat isu pemblokiran Netflix bergulir. Namun, itu malah membuat gelombang VOD di Indonesia makin keras. Sebut saja jagoan VOD asal Singapura, Hooq; pemain besar dari Malaysia, iFlix; jawara dari Hongkong, Viu; dan nama besar di Taiwan, Catchplay. Mereka beradu di pasar yang masih tergolong niche di Indonesia.

Berbagai cara dilakukan oleh para pemain besar itu. Mulai dari melakukan inovasi di fitur pembayaran, konsumsi kuota dengan penyediaan berbagai resolusi, fitur menonton offline, hingga memfokuskan konten filmnya. Lalu, apakah itu menjamin untuk merajai pasar VOD di Indonesia? Atau setidaknya mendapatkan penonton loyal?

Lembaga riset Nusaresearch beberapa waktu lalu melakukan studi Popular Brand Index (PBI) tentang popularitas layanan VOD di Indonesia. Dengan mengambil 1.200 sampel responden, Nusaresearch menemukan hasil yang menarik. Secara popularitas, UseeTV dan Netflix masih menjadi top of mind masyarakat Indonesia.

UseeTV meraih 32,8 persen dan Netflix meraih 24,2 persen. Tingkat popularitas ini sendiri bisa karena promosi atau pemberitaan di media. Misalnya, kasus Netflix membuat namanya mencuat dan banyak orang mencari tahu. Sedangkan UseeTV sendiri menjadi bagian layanan dari bundling Indihome.

Tinggi secara merek ternyata belum tentu baik secara penjualan. Sebuah riset JakPat pernah menghasilkan temuan tentang ketidaktertarikan orang Indonesia menonton VOD di Netflix. Dari 414 responden berumur 20-35 tahun, sebanyak 70 persen responden tidak tertarik menonton di Netflix. Sebanyak 32 persen responden menyatakan tidak mau membayar, 22,6 persen beralasan koneksi internet di Indonesia belum stabil jadi lebih memilih di bioskop atau mengunduh, dan 16,6 persen mengatakan tidak punya kartu kredit.

Kelemahan-kelemahan Netflix inilah yang membuat banyak pemain baru masuk ke Indonesia dengan segala kelebihan. Hooq misalnya. Mereka menggandeng penyedia jasa telko untuk mempermudah pembayaran, misalnya dengan potong pulsa. Hooq pun percaya diri karena mengklaim sebagai penyedia layanan VOD bebas iklan terbaik dengan katalog konten Hollywood yang lengkap.

Hooq pun dilengkapi dengan fitur unduh agar pemirsa bisa menonton secara offline. Biaya berlangganannya pun terbilang murah, yaitu Rp 49.500 per bulan atau Rp 18.700 per minggu. Hooq menggandeng pihak lokal untuk menghadirkan konten domestik, mulai dari film Ada Apa dengan Cinta atau Petualangan Sherina. Bahkan, Hooq pun menghadirkan film lawas Indonesia yang sukses seperti Warkop DKI dan Catatan Si Boy.

Berbeda dengan Hooq, Viu dari Vuclip menawarkan konten yang berbeda dari kompetitor. Viu menyediakan konten film dan serial televisi yang menarik dari Korea Selatan, India, dan Taiwan dengan pilihan bahasa Indonesia. Viu memiliki layanan premium Rp 30 ribu per bulan. Biaya berlanggan untuk pengguna Android bisa menggunakan kartu kredit atau membeli voucer. Viu bekerja sama dengan Telkomsel, Indihome, dan Samsung untuk menghadirkan layanan ini di Indonesia.

Lain Viu, lain pula Catchplay. Penyedia layanan dan distribusi film asal Taiwan ini menghadirkan CatchPlay di Indonesia dengan merangkul Telkom Indonesia. CatchPlay sebenarnya tidak beda jauh dengan penyedia VOD lainnya. Namun, inovasi dalam pembayaran menjadi kekuatan CatchPlay.

Dengan mengajak Telkom, CatchPlay dipastikan bisa ditonton oleh pelanggan IndiHome, sehingga tidak terbatas waktu dan tempat. Pelanggan baru dan lama IndiHome bisa menikmati layanan ini melalui paket bulanan Movie Lovers yang menawarkan layanan bebas biaya selama enam bulan. Setelah paket ini berakhir, ada dua program dengan dua pilihan harga yang bisa diambil, yaitu Movie Fans dan Movie Lovers.

Untuk Movie Fans, pengguna yang tidak mau berlangganan bisa menikmati satu film dengan membayar Rp 19.500 untuk film lokal atau Hollywood dan Rp 29.500 untuk film baru. Sedangkan untuk Movie Lovers, biaya langganannya sebesar Rp 66 ribu per bulan. [VTO]

Â