Sejarah Cina Benteng berawal pada abad ke-17, saat imigran Tionghoa pertama kali tiba di Nusantara, termasuk di wilayah Batavia (kini Jakarta), pada era kolonial Belanda. Para imigran ini datang dengan tujuan berdagang dan mencari kehidupan yang lebih baik.

Namun, perjalanan sejarah mereka berubah drastis akibat Geger Pacinan tahun 1740, sebuah tragedi besar di Batavia yang memaksa banyak imigran Tionghoa melarikan diri ke berbagai daerah, termasuk Tangerang.

Setelah menetap di Tangerang, para imigran ini membentuk komunitas yang dikenal sebagai Cina Benteng. Nama “Benteng” diambil dari Benteng Makassar, sebuah benteng bersejarah yang pernah berdiri di kawasan tersebut. Komunitas ini berkembang pesat, menciptakan identitas budaya khas yang merupakan perpaduan antara budaya Tionghoa dan tradisi lokal Tangerang.

Cina Benteng meninggalkan banyak warisan budaya yang hingga kini masih dilestarikan. Warisan ini mencakup tempat ibadah, makanan khas, alat musik tradisional, dan produk lokal yang menjadi ikon Kota Tangerang.

Klenteng Boen Tek Bio

Klenteng Boen Tek Bio adalah salah satu klenteng tertua di Kota Tangerang. Nama “Boen Tek Bio” berasal dari bahasa Hokkian. Boen artinya intelektual, tek yang bermakna kebajikan, dan bio yang merujuk tempat ibadah.

Klenteng ini tidak hanya menjadi tempat sembahyang, tetapi juga menjadi pusat kegiatan budaya bagi masyarakat setempat. Klenteng Boen Tek Bio terus dilestarikan oleh masyarakat Tangerang sebagai simbol keberagaman budaya dan sejarah komunitas Cina Benteng.

Alat musik tradisional tehyan

Alat Musik Tehyan
Alat musik tradisional Tehyan yang merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Betawi.

Tehyan, alat musik tradisional yang merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Betawi. Alat musik ini terbuat dari bahan alami, di antaranya kayu jati dan batok kelapa, menghasilkan suara khas yang unik.

Di Kota Tangerang, tehyan masih dilestarikan oleh seniman lokal seperti Mpe Goyong (Oen Sin Yang), seorang seniman berdarah Tionghoa. Sebagai satu-satunya seniman tehyan di Tangerang, Mpe Goyong sering tampil dalam berbagai acara budaya, membantu menjaga eksistensi alat musik tradisional ini.

Baca juga : Mengenal Inafuka, Seni Tradisional Masyarakat Kepulauan Buru, Maluku

Kecap Benteng SH

Kecap SH
Kecap SH, salah satu ikon kuliner khas Tangerang.

Di ranah kuliner, ada juga kekhasan yang patut kamu coba, yaitu Kecap SH. Kecap ini konon menjadi contoh perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa, yang menghasilkan rasa manis khas. Berdiri sejak lama, Kecap SH telah menjadi salah satu merek kecap tertua di Indonesia dan biasa dibawa sebagai oleh-oleh favorit Kota Tangerang, terutama di kawasan Pecinaan.

Dodol Ny. Lauw

Dodol Ny.Lauw
Dodol Ny. Lauw, salah satu produk khas dari komunitas Cina Benteng yang sudah dijajakan sejak tahun 1962.

Kekayaan dan kekhasan kuliner Tangerang juga hadir melalui Dodol Ny. Lauw. Ini adalah penganan khas dari komunitas Cina Benteng yang sudah ada sejak tahun 1962. Berawal dari usaha keluarga, Ny. Lauw memproduksi berbagai kue tradisional seperti kue keranjang, kue bulan, dan dodol khas Tionghoa. Hingga kini, Dodol Ny. Lauw menjadi salah satu oleh-oleh ikonik Tangerang yang memiliki rasa autentik dan kualitas tinggi.

Meskipun zaman terus berkembang, warisan budaya Cina Benteng tetap menjadi bagian penting dari identitas Kota Tangerang. Banyak upaya dilakukan untuk melestarikan budaya ini, baik melalui festival budaya, pelatihan seni tradisional, maupun promosi kuliner khas. Cina Benteng bukan hanya sekedar komunitas, tetapi juga cerminan keberagaman budaya Indonesia yang kaya dan harmonis.

Baca Juga: Belajar Sejarah dan Budaya Tionghoa di Museum Benteng Heritage