Selama pandemi, sebisa mungkin kita di rumah saja. Kalaupun ada keperluan yang memaksa harus keluar rumah, haruslah dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Nanti, jika keadaan sudah memungkinkan lagi, kita bisa mulai melepaskan kejenuhan dengan berwisata kembali. Salah satu agenda yang mengasyikan adalah mengamati kupu-kupu.

Namun, ingat, tetap berdisiplin diri menjalankan protokol kesehatan. Selalu mengenakan masker, sering mencuci tangan dengan sabun atau mengusapkan disinfektan tangan, dan menghindari kerumunan.

Selain itu, kita harus dalam kondisi sehat. Tidak demam, batuk, dan pilek. Selain itu, telah menerima vaksinasi. Usahakan membawa makanan dari rumah dan peralatan makan pribadi.

Kita sebaiknya juga lebih selektif saat memilih destinasi wisata. Contohnya, memilih tempat wisata yang menerapkan protokol kesehatan. Kemudian, usahakan membeli tiket destinasi wisata secara daring dan kurangi membayar secara tunai.

Gunakan juga transportasi dan akomodasi yang menerapkan protokol kesehatan secara serius. Sebelum berangkat, pastikan kita juga telah melakukan tes usap atau tiup dan mendapat hasil negatif virus korona.

Wisata alam atau yang di luar ruangan juga bisa menjadi opsi. Sebab, dengan udara segar yang mengalir bebas, kita bisa mengurangi risiko paparan virus. Salah satu tempat wisata yang bisa dipilih adalah taman kupu-kupu.

Kerajaan kupu-kupu

Kupu-kupu banyak memberi inspirasi bagi kehidupan manusia. Serangga cantik ini kerap menjadi bahan lagu atau puisi. Kupu-kupu juga sering diidentikkan dengan proses perubahan menuju kebaikan berkat siklus metamorfosisnya.

Bagi lingkungan hidup, kupu-kupu juga bermanfaat untuk membantu proses penyerbukan pada banyak tanaman, terutama tanaman berbunga. Kupu-kupu akan terbang dengan membawa serbuk sari. Dibanding lebah, kupu-kupu pun memiliki daya terbang lebih jauh sehingga penyerbukan tanaman dapat terjadi dalam skala yang luas.

Selain itu, kupu-kupu memainkan peran penting dalam rantai makanan dan ekosistem biologi. Sebab, kupu-kupu bisa menjadi mangsa dan juga predator. Serangga ini pun juga sensitif terhadap cuaca. Itulah sebabnya, para ilmuwan mengamati perubahan iklim dengan memantau penurunan atau peningkatan jumlah kupu-kupu di suatu wilayah.

Tak heran bila banyak orang gemar mengamati dan selalu merindukan gerak-gerik dan perilaku kupu-kupu. Dan, Indonesia sungguh beruntung karena memiliki Sulawesi Selatan yang dianugerahi alam untuk menjadi surga bagi banyak spesies kupu-kupu. Inilah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Menurut catatan sejarah, Alfred Russel Wallace, naturalis berkebangsaan Inggris, pernah melakukan penjelajahan dan penelitian pada flora dan fauna di Bantimurung sekitar tahun 1857. Ia mendokumentasi, menulis, dan menerbitkan buku hasil observasinya di Bantimurung, dengan judul The Malay Archipelago.

Dalam buku tersebut, Wallace menyebut Bantimurung sebagai The Kingdom of Butterfly (kerajaan kupu-kupu). Sementara itu, menurut situs web Kementerian LHK, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjadi salah satu kawasan konservasi di wilayah Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung-Bulusaraung seluas kurang lebih 43.750 hektar.

Kawasan ini terdiri atas cagar alam seluas 10.282,65 hektar, hutan lindung 21.343,10 hektar, hutan produksi terbatas seluas 145 hektar, dan hutan produksi tetap seluas 10.355 hektar. Lokasi taman nasional ini berada di Kabupaten Maros dan Pangkep. Kira-kira satu jam perjalanan darat dari Makassar.

Karena letaknya berada di area karst Maros-Pangkep, Bantimurung memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, antara lain tumbuhan berkayu, kupu-kupu, rusa (Cervus timorensis), babi (Sus celebensis), dan kera hitam Sulawesi. Namun, yang paling mengagumkan adalah keragaman spesies kupu-kupunya, termasuk beberapa jenis endemik yang jarang ditemukan.

ASEAN Heritage Park

Tatkala Wallace melakukan pengamatan, ada sekitar 256 spesies kupu-kupu yang ia temukan. Termasuk Graphium androcles, salah satu jenis kupu swallow-tailed terbesar dan langka.

Namun, ketika Mattimu melakukan penelitian pada 1977—masih menurut laporan Kementerian LHK—ia melaporkan ada sekitar 103 spesies yang berhasil ditemukan dengan jenis endemik. Di antaranya Papilio blumei, P. polites, P. sataspes, Troides haliphron, T. helena, T. hypolitus, dan Graphium androcles.

Artinya, ada kemungkinan beberapa spesies telah menghilang atau punah. Walau ada faktor iklim yang memungkinkan jenis yang hilang dapat muncul kembali, sudah seharusnya masyarakat lebih menyadari perlunya proses perbaikan lingkungan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Perubahan fungsi hutan yang menjadi habitat kupu-kupu juga mendorong terjadinya penurunan pada jumlah kupu-kupu Bantimurung. Ditambah adanya keperluan penelitian dan riset yang menggunakan kupu-kupu sebagai obyeknya juga turut memicu berkurangnya beberapa spesies kupu-kupu.

Oleh karena itu, semua pihak harus mendukung usaha untuk mengembalikan kejayaan kerajaan kupu-kupu. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sendiri telah ditetapkan sebagai ASEAN Heritage Park (AHP) pada acara Sixth ASEAN Heritage Park Conference yang diselenggarakan di Laos, Oktober 2019. [*]