Buah durian dan beragam olahannya memiliki penggemar fanatik. Walaupun ada beberapa orang yang tidak menyukai karena baunya yang menyengat, itu tetap tak menyurutkan penggemar durian untuk terus mencari menu dari olahan durian.
Inilah yang dilihat oleh Ikhwan Rauf (24) sebagai peluang bisnis yang menggiurkan. Dua tahun silam merupakan awal Ikhwan untuk memulai bisnis Sop Duren Lodaya. Ikhwan memulai bisnis buah durian ini di Kota Hujan, Bogor.
Kala itu, menu es durian sebenarnya sudah banyak. Namun, Ikhwan membuat diferensiasi dengan membuat kombinasi menu. Oleh karena itu, dia menyebutnya sup. Seperti layaknya sup yang berisi bermacam-macam makanan, sup duriannya juga diisi regal, kacang hijau, biskuit cokelat, atau buah-buah lainnya.
Hasilnya, Sop Duren Lodaya di Bogor kini ramai dikunjungi pembeli setiap harinya. Selain itu, Sop Duren Lodaya sudah memiliki 14 gerai di berbagai tempat, seperti Jakarta, Depok, Yogyakarta, Cibubur, Bekasi, bahkan Sukabumi.
Idenya untuk membangun bisnis berbasis durian ini setelah melihat ada kejenuhan di masyarakat akan konsep resto dessert dan minuman yang berbeda. Dia melihat minuman kopi pasarnya sudah jenuh dan persaingannya sudah sangat ketat sehingga tidak ada perbedaan yang mencolok lagi.
“Oleh karena itu, saya membangun Sop Duren Lodaya ini karena untuk memenuhi gaya hidup kelas menengah Indonesia yang sedang berkembang sangat pesat. Saya memetakan dan ingin mengangkat menu lokal dan ciri khas Indonesia. Akhirnya, ketemulah durian. Untuk semakin mengakrabkan diri dengan konsumen, kata durian saya jadikan duren,” ujarnya.
Setelah dua tahun berjalan, Ikhwan bulan lalu memutuskan untuk mewaralabakan mereknya. Cara ini dianggapnya mampu mempercepat pertumbuhan bisnisnya. “Kita butuh kecepatan untuk mengamankan pasar. Karena di beberapa tempat, seperti Depok, Bogor, atau Yogyakarta, kami sudah market leader dari sisi kuantitas penjualan,†ucapnya.
Memang, waralaba mampu membuat bisnis berkembang cepat terutama dari sisi kuantitas cabang. Namun, Ikhwan tak ingin membuka “keran” waralabanya terlalu banyak. Dia tak ingin kualitas produknya dilalap oleh kuantitas gerainya. Dia mematok waralabanya di angka Rp 180 juta untuk gerai maksimal 50 meter persegi. Di atas kertas, Ikhwan menilai pembeli waralaba sudah bisa balik modal dalam waktu 7–8 bulan.
“Kualitas masih menjadi fokus. Makanya, sebelum memutuskan waralaba, saya sudah memenuhi semua syaratnya dan memperkuat sisi distribusi, dapur, hingga kantor. Pembinaan dan monitoring terus dilakukan. Ini yang membuat kami yakin Sop Duren Lodaya akan terus berkembang,” ujarnya.
Keyakinan ini didasari konsep waralaba dan bisnis yang dia pegang. Ikhwan mengatakan, dirinya tidak menjual gerai, perlengkapan, atau merek semata. “Kita di Sop Duren Lodaya menjual konsep resto kita plus sistem yang kita punya. Kita bahkan melakukan bimbingan kepada mereka sampai bisnisnya berjalan lancar. Kalau kita harus datang setiap hari, kita akan lakukan karena bisnis kuliner merupakan bisnis yang sangat membutuhkan detail.”
Untuk menu baru, Ikhwan tak pernah menargetkan setiap berapa bulan. Ikhwan menggunakan insting bisnisnya dan kerja tim marketing untuk melihat, apakah sebuah menu itu sudah jenuh dikonsumsi orang. Apabila sudah jenuh, dia akan mengganti dengan menu terbaru. Total menu yang sudah dimiliki sekarang mencapai 12 menu berbasis durian.
“Menurut saya, kesempurnaan di awal itu tidaklah terlalu penting untuk dikejar. Bukan itu. Lebih baik konsumen melihat perubahan kita untuk selalu menjadi lebih baik. Secara tidak langsung, konsumen ikut serta dalam perjalanan bisnis kita. Mereka jadi memiliki cerita historis versi mereka sendiri. Itu yang penting,” pungkas pria berani melepaskan kuliahnya untuk fokus berbisnis ini. [VTO]
noted: menghirup wangi bisnis durian