Mitra adalah salah satu simbol paling khas yang yang dikenakan oleh para uskup dalam tradisi Gereja Katolik, termasuk Paus.
Mitra merupakan topi liturgi yang bukan sekadar aksesori. Mitra telah menjadi lambang otoritas, pelayanan, dan tradisi yang kaya.
Sejarah Mitra dalam Gereja Katolik
Mitra atau mitre memang bukan topi biasa, terutama yang dikenakan oleh Paus. Mitra seringnya ditenun dengan benang emas dan dihiasi dengan aksesori seperti batu mulia.
Kata “mitre” berasal dari bahasa Yunani μίτρα (mítra), yang berarti “pita”, “pembalut kepala”, atau “sorban”. Hiasan ini kemungkinan berasal dari pita kain yang digunakan oleh prajurit di Yunani Kuno. Namun, mitre kemudian berkembang menjadi strip hias yang dikenakan perempuan di sekitar dahi mereka.
Namun pada abad ke-5, tutup kepala ini dalam Gereja Katolik punya digunakan sebagai elemen khas pakaian klerus. Klerus adalah orang-orang yang telah menerima tahbisan suci dan memiliki panggilan khusus untuk melayani dalam hal-hal suci. Mereka juga disebut sebagai kaum tertahbis.
Mitra bisa dikatakan menggantikan tiara yang sempat digunakan Paus Paulus VI, paus terakhir yang dimahkotai tiara pada 1963. Bahkan gambar tiara di lambang kepausan dihapuskan oleh Yohanes Paulus II dan diganti dengan Mitra.
Penggantian menjadi Mitra menjadi sebuah usaha bagi gereja Katolik untuk menampilkan citra yang lebih sederhana dan berorientasi pada pelayanan Yesus. Sementara tiara lebih lekat dengan supremasi duniawi dan politik di masa lalu.
Baca juga: Terputus Takdir, Inilah 5 Paus dengan Masa Jabatan Tersingkat
Makna simbolis dan bentuk Mitra
Mitre berasal dari penutup kepala kepausan nonliturgis yang disebut camelaucum yang menjadi asal tiara. Biasanya camelaucum ini dikenakan paus terutama dalam prosesi khidmat.
Dalam perkembangannya, mitra mempunyai bentuk menyerupai bellow, sebuah alat untuk meniupkan udara. Bentuknya memanjang dan berbentuk bikuspid (berakhir dengan dua ujung).
Bentuk ini bukan sebuah elemen acak, tetapi punya makna. Bentuknya serupa kerucut ini memiliki banyak makna. Misalnya, bentuk mengerucut ke atas punya makna api roh kudus yang turun kepada para rasul.
Namun, dua ujung yang sama ini disebut cornua melambangkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Mitra menjadi lambang bahwa adanya keseimbangan antara tradisi dan wahyu baru dalam ajaran Katolik.
Dulu Mitra sangat mirip dengan kerucut, punya tali yang diikat di bawah leher dan ditekan di tengah sehingga membentuk dua “tanduk”.
Tali yang digunakan tersebut menjadi pita, kemudian berkembang menjadi dua pita panjang menggantung di bagian belakang Mitra dan bahu pemakainya yang disebut baleen, infule, atau vitte.
Baca juga: Para Paus Gereja Katolik dengan Masa Pemerintahan Paling Lama
Variasi Mitra Paus dan penggunaannya
Mitra Paus berbeda dengan yang digunakan uskup lainnya. Mitra Paus lebih kaya akan ornamen dan desain lebih rumit. Namun, secara garis besar ada tiga beberapa jenis Mitra dalam Gereja Katolik.
1. Mitra Pretiosa
Mitra yang dihiasi perhiasan dan bordiran emas, digunakan pada acara-acara liturgi besar dan penting seperti Paskah atau Natal.
2. Mitra Simplex
Mitra dengan desain sederhana, biasanya terbuat dari linen putih polos, digunakan dalam momen-momen yang lebih sederhana seperti upacara pemakaman atau Jumat Agung
3. Mitra Auriphrygiata
Mitra yang berada di antara dua jenis sebelumnya, dengan desain yang tidak terlalu mewah namun tetap formal, biasanya digunakan dalam misa harian. Mitra ini berbahan kain emas polos atau sutra putih dengan pita sulaman emas atau perak dan dikenakan selama masa tobat.
Mitra sendiri dipakai dalam enam momen tertentu dalam sebuah misa, yakni :
- Prosesi masuk;
- Proklamasi bacaan (kecuali Injil);
- Homili;
- Pemberian Sakramen;
- Berkat akhir;
- Prosesi perpisahan.
Mitra merupakan simbol kaya makna dalam tradisi Katolik, terutama ketika dikenakan oleh Paus dan para uskup. Mitra saat ini tidak lagi sekadar lambang dari sebuah otoritas, tetapi juga spiritualitas dan pelayanan dengan kerendahan hati yang melekat pada peran pemimpin gereja.