Pada masa pandemi, ketika orang makin peduli akan kesehatannya, popularitas obat alam atau herbal pun meningkat. Kandungan-kandungan dalam berbagai bahan tersebut tentu bermanfaat bagi tubuh.

Namun, tentu konsumsi tetap harus dilakukan dengan bijak. Cari tahu betul-betul tentang kandungan, khasiat, juga takaran untuk meminumnya.

Di pasaran, kita juga menemukan beragam obat olahan yang bahan-bahannya berasal dari alam. Prof Kerry Lestari Dandan, spesialis di pengurus pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), menekankan pentingnya kesadaran masyarakat untuk memilih obat yang sudah benar-benar melalui evaluasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

“Sebelum membeli obat, coba cek dahulu apakah sudah ada izin edar dari BPOM. Kalau sudah ada, ini berarti obatnya memang sudah melalui suatu review mendalam sebelum dipasarkan,” tutur Kerry.

Perlu diketahui, di Indonesia terdapat tiga macam obat ramuan bahan alami yang izin edarnya diberikan melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Ketiga jenis itu adalah obat tradisional (jamu, obat tradisional impor, obat tradisional lisensi), obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Terdapat logo yang berbeda pula untuk masing-masing kategori ini.

Berikut ini, penjelasan tentang jenis-jenis obat tersebut seperti diterangkan dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional.

1. Obat tradisional atau jamu

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan.

Jamu adalah salah satu bentuk obat tradisional yang paling dikenal. Untuk dengan legal diedarkan, jamu harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain aman sesuai persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

“Jamu belum melalui uji klinik dan praklinik. Namun, pengalaman secara turun-temurun memang menunjukkan adanya efek yang dirasakan setelah mengonsumsinya. Meski begitu, jamu tidak boleh mencantumkan klaim khasiat,” ujar Kerry.

Baca juga : 

2. Obat herbal terstandar (OHT)

Perbedaan utama OHT dengan jamu adalah khasiat dan keamanannya telah secara ilmiah dibuktikan lewat uji praklinik (percobaan pada hewan) dan bahan bakunya telah distandardisasi. “Pada OHT sudah bisa dicantumkan klaim khasiatnya, tapi itu juga sekadar misalnya membantu mengendalikan kadar gula darah, bukan antidiabetes,” jelas Kerry.

3. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia) serta bahan baku dan produk jadinya sudah distandardisasi. Pada obat ini, jenis klaim penggunaannya sudah sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi. Kerry menerangkan, kategori ini boleh mencantumkan klaim seperti antihipertensi, antidiabetes, dan sebagainya.

Memilih obat dengan cerdas akan menghindarkan kita dari konsumsi obat yang belum pasti keamanannya. “Jadi, untuk mengetahui obat ini aman atau tidak, pertama, lihat izin edar. Kedua, kalau ingin melihat apakah ada kandungan bahan kimianya atau tidak, cek pada komposisinya. Selanjutnya, kalau ingin melihat apakah bahan-bahannya organik, ada juga label yang sudah diberikan beberapa lembaga sertifikasi khusus,” pungkas Kerry.