Anda yang sering melalukan pencucian di binatu tentu saja tak asing lagi dengan istilah laundry dan dry clean. Selama ini banyak orang mengira mencuci dengan cara dry cleaning adalah suatu teknologi mencuci kering tanpa cairan apa pun. Sepengetahuan mereka, mencuci dengan cara ini relatif lebih mahal dengan harapan hasil cuciannya jadi lebih bersih ketimbang laundry.

Bagi mereka yang paham, semua kotoran yang disebabkan air sebaiknya juga dicuci dengan air. Hanya saja, tak semua material pakaian bisa dicuci dengan air sehingga harus dicuci melalui proses dry cleaning. Jika memaksakan menggunakan metode laundry, bisa saja pakaian tersebut menciut dan rusak.

Sebenarnya pencucian secara “kering” ini tidak benar-benar kering karena tetap memerlukan cairan solvent based. Salah satu solvent based yang banyak digunakan di Indonesia adalah PCE (perchloroethylene). Sayangnya banyak pihak yang menganggap PCE kurang ramah lingkungan. Hal ini juga membuat banyak orang berasumsi dry cleaning adalah metode pencucian yang tidak ramah lingkungan.

Pendapat ini tidak sepenuhnya benar karena ramah atau tidaknya proses pencucian dry cleaning terhadap lingkungan sangat bergantung dari teknologi dan detergen yang digunakan untuk menetralkannya. Di Eropa, misalnya, proses pencucian “kering” mayoritas menggunakan hydrocarbon dry clean machine yang dianggap ramah lingkungan dengan bau yang tidak menyengat karena menggunakan solvent based berupa hidrokarbon.

Bukan hanya itu, solvent based jenis hidrokarbon juga lebih “aman” digunakan untuk mencuci pakaian yang banyak aksesorinya. Termasuk baju dengan payet yang berkualitas rendah atau baju dan kaos yang bersablon. Oleh karena itu, tak ada salahnya Anda mengenal lebih dekat proses pencucian dry cleaning agar tak ada lagi pakaian yang rusak karena pencucian yang salah. [AYA]

foto: shutterstock