Apakah Anda memiliki teman yang sulit diajak jalan-jalan terutama dengan menggunakan bus? Jika ada, bisa jadi teman Anda menderita bus phobia. Namun, bagaimana sebenarnya fobia ini bisa terjadi?
Penderita bus phobia biasanya pernah mengalami kejadian kecelakaan lalu lintas hebat yang melibatkan bus di jalan. Menariknya, ternyata hal ini dialami juga mereka yang hanya menonton kejadian tersebut. Faktor trauma setelah insiden memegang peranan penting terhadap terjadinya bus phobia.
Memori yang kuat tertanam ketika mengingat kejadian kecelakaan tersebut membuat otak digelayuti bayang-bayang kecemasan. Apalagi jika hal tersebut terbawa mimpi hingga beberapa hari. Rasa cemas ini bisa membuat penderita tidur tak tenang hingga keringat mengalir deras. Sebenarnya, apa pertanda seseorang mengalami bus phobia?
Salah satu gejala fobia ini adalah ketika penderita merasa sangat cemas harus bepergian naik bus. Rasa cemas mulai timbul sejak pertama kali melihat bus yang datang. Saat masuk ke dalam, rasa cemas tersebut semakin membuncah. Ketika bus berjalan, penderita akan sangat waspada terhadap berbagai kemungkinan buruk yang bisa terjadi dalam bus. Setelah sampai di tujuan, ketika turun, penderita akan merasakan kelegaan yang luar biasa. Nah, hal itulah yang dialami penderita bus phobia.
Pada beberapa kasus, penderita fobia ini sangat sulit diajak jalan-jalan. Bahkan, butuh waktu lama untuk meyakinkan mereka keluar dari rumah untuk naik ke bus. Bagi penderita bus phobia akut, gejala yang dirasakan saat berada di bus bisa berupa menggigil, gemetar, hingga sulit bernapas. Hal ini terjadi karena pikiran memengaruhi tubuh. Menariknya, bus phobia ini hanya terjadi jika Anda menaiki bus. Rasa cemas tak akan terjadi jika penderita menggunakan alat transportasi lain.
Untuk mengatasi bus phobia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Salah satunya melalui Neuro Linguistic Programming (NLP). Tujuan dari NLP adalah membangun kembali pikiran bawah sadar untuk berpikir dari perspektif yang lain.
Program NLP yang bagus akan membantu Anda membentuk mental kuat terhadap berbagai ketakutan. Ketika ketakutan tersebut berangsur-angsur menghilang, Anda akan kembali menjadi orang normal. [INO]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 16 Januari 2014