Semasa pandemi Covid-19, rata-rata screen time kita meningkat. Hati-hati, mata bisa lelah dan mengalami digital eye strain. Apa itu digital eye strain?

Pada 2020, penggunaan gawai memang jadi jauh lebih tinggi. Lantaran banyak aktivitas harus dilakukan dengan jarak jauh dan daring, pemakaian gawai jadi tak terhindarkan. Kita melakukannya untuk menyelesaikan pekerjaan, rapat, atau belajar.

Keterbatasan untuk beraktivitas di luar atau nongkrong dengan teman juga membuat kita mencari hiburan dengan bermain gim, menonton film, atau berinteraksi lewat jejaring sosial.

Sejumlah riset yang dilakukan berbagai perusahaan mengatakan, di AS orang menggunakan ponselnya rata-rata selama 3–5 jam per hari. Ini belum termasuk penggunaan komputer, laptop, tablet, atau televisi.

Kalau mau iseng-iseng, kita bisa mencoba mencatat berapa banyak waktu yang kita habiskan dengan gawai selama satu hari. Sangat mungkin, lebih dari sepertiga waktu kita dipakai untuk beraktivitas dengan perangkat digital.

Waspadai “digital eye strain”

Tingginya screen time ini sebenarnya mengkhawatirkan karena dapat memicu beragam masalah kesehatan, terutama gangguan pada mata yang disebut digital eye strain atau computer vision syndrome (CVS).

Banyak orang mengalami ketidaknyamanan dan gangguan penglihatan setelah melihat layar dalam waktu yang lama. Level ketidaknyamanan ini juga meningkat dengan bertambahnya screen time.

Keluhan yang biasa muncul ketika terjadi digital eye strain ini antara lain mata terasa lelah, penglihatan menjadi kabur, dan mata menjadi kering. Selain berdampak langsung pada mata, biasanya orang yang mengalami digital eye strain juga merasakan nyeri kepala atau pegal di bagian leher, pundak, atau punggung.

Penyebab

Mengapa penggunaan perangkat digital dapat menyebabkan hal tersebut? Karena saat menatap layar, mata terus-menerus bergerak dari satu titik ke titik lain dan melakukan fokus dalam waktu lama.

Huruf-huruf pada layar komputer yang umumnya tidak setajam media cetak juga memaksa mata untuk lebih fokus ketika membacanya. Hal ini memerlukan kerja keras otot mata.

Ketika kita menatap layar, frekuensi berkedip juga berkurang. Padahal, berkedip sangat diperlukan untuk membantu melembabkan mata. Dalam kondisi normal, mata manusia berkedip sekitar 18 kali per menit. Ketika menatap layar, jumlah ini menjadi hanya setengahnya. Inilah yang membuat mata terasa kering.

Baca juga : 

Selain itu, silau cahaya yang berasal dari layar menambah beban kerja pada mata. Apalagi, paparan cahaya ini mengandung sinar biru (blue light) yang dapat meningkatkan risiko jangka panjang berupa penurunan penglihatan akibat kerusakan pada sel retina mata.

Lebih dari 50 persen orang yang bekerja menggunakan komputer dilaporkan mengalami gejala digital eye strain. Cara paling baik untuk mencegah atau meminimalisasi dampaknya adalah dengan membatasi screen time. Bijaklah memilah kapan kamu harus menggunakan gawai dan kapan bisa tidak memakainya.

Di samping itu, setiap menggunakan gawai, terapkan aturan 20-20-20, yaitu mengalihkan pandangan dari layar setiap 20 menit untuk menatap objek berjarak jauh (sekitar 20 kaki atau 6 meter) selama 20 detik. Dua puluh detik adalah waktu yang dibutuhkan otot mata untuk bisa relaksasi.