Tak ada yang mengira, sebuah biji kopi mampu memberikan “sentuhan” yang berbeda pada budaya di setiap negara. Kopi dipercaya datang dari Etiopia. Ada beberapa cerita yang berkembang, tetapi semuanya hanya sebatas cerita rakyat atau legenda. Namun, sejarawan menemukan sebuah fakta bahwa ada perdagangan kopi skala kecil antara Etiopia dan Yaman pada abad ke-15. Dari sini, kopi mulai menyebar ke jazirah Arab dan hingga akhirnya mulai dikomersialkan dalam bentuk kedai pertama kali di Turki.

Setelah Perang Salib, biji kopi mulai menjamur di Eropa. Para negara penjelajah pun mulai menanamkan kopi di berbagai belahan dunia. Tak terkecuali Indonesia. Jakarta, tepatnya di daerah yang kini dikenal sebagai Pondok Kopi, Jakarta Timur, merupakan kebun kopi pertama di Indonesia. Namun, tanaman itu sempat hancur karena gempa bumi dan banjir. Oleh karena itu, area perkebunan kopi tersebut dipindahkan ke pegunungan Jawa Barat.

Pada 1711, hasil kopi dari Indonesia ini sudah bisa diekspor oleh VOC ke Eropa. Dari sini, VOC mulai mendapatkan banyak permintaan untuk kopi dan perkebunan kopi pun dikembangkan di berbagai daerah Indonesia. Budaya minum kopi di Indonesia pun secara tidak langsung terbentuk dan berbeda-beda setiap daerah.

Sebut saja kopi walik di Aceh yang disajikan dengan cara membalik gelas berisi kopi di atas sebuah piring kecil. Peminum kopi bisa menyesapnya dengan cara membuka gelasnya perlahan. Ada juga kopi sanger yang dibuat dengan cara disaring dan ditarik berulang kali. Ada lagi kopi joss yang mencampurkan kopi dengan arang panas di Yogyakarta. Sementara itu, di Sumatera Barat, ada kopi talua yang mencampurkan kopi dengan telur ayam kampung.

Budaya ngopi ini tidak hanya ada di Indonesia, negara lain pun memiliki budaya yang sama, tetapi dengan penyajian dan penyebutan yang berbeda.

Buna Tetu

Etiopia sebagai negara yang dipercaya menjadi asal biji kopi, punya tradisi minum kopi bernama buna tetu yang berarti minum kopi. Buna tetu merupakan sebuah seremoni jejaring sosial sembari bertukar cerita. Saat buna tetu diadakan, orang yang muda menyeduh kopi kemudian diberikan kepada yang lebih tua.

Seremoni minum kopi ini juga bisa dilakukan untuk menyambut tamu yang datang ke rumah. Biasanya, penyeduhan dilakukan oleh perempuan yang paling muda di dalam rumah itu. Kemudian, kopi ini disajikan oleh anak-anak yang paling ke orang yang paling tua. Ini menjadi salah satu simbolisasi sopan santun dan menghargai orang yang lebih tua.

Fika

Di Swedia, minum kopi sembari mengobrol dan mengudap sepotong kue sudah menjadi rutinitas, bahkan bisa disebut tradisi dari pekerjaan. Melansir dari situs web National Geographic Indonesia, rutinitas ini disebut fika, yang berarti minum kopi. Fika memiliki derajat yang sama dengan mengirim surel atau pekerjaan lainnya.

Tradisi ini mengakar sangat kuat. Dalam sehari, seseorang bisa memiliki fika lebih dari satu kali. Bagi masyarakat Swedia, fika menjadi salah satu cara untuk membangun hubungan dengan orang lain dan kerap kali menghadirkan banyak ide dan keputusan. Tradisi fika pun akhirnya sudah menyebar ke negara lain. Amerika Serikat dan Australia pun terjamah oleh tradisi ini.

Merienda

Tradisi ini ada di beberapa negara Amerika Latin. Mengutip dari Inside Buenos Aires, tradisi merienda berisi menu ringan yang biasanya diadakan di antara makan siang dan malam. Di Argentina, saat merienda, orang Argentina biasanya mengonsumsi kopi susu dan croissants, teh susu dan roti panggang, atau susu hangat dengan potongan cokelat yang dicelupkan ke dalamnya (biasa

Merienda sendiri sebenarnya berasal dari budaya Spanyol yang terbiasa makan 5 kali sehari. Biasanya, merienda di Spanyol lebih diperuntukkan untuk anak kecil dan menjadi penganan kecil yang berisi buah, yoghurt, atau kue kecil.

Smoko

Smoko merupakan bahasa gaul atau slang dari coffee break atau ngemil di Selandia Baru. Biasanya, smoko digunakan sebagai waktu untuk minum kopi atau teh saat istirahat sore atau pagi dan kebanyakan ditemani dengan rokok.

Jika dilihat dari sisi etimologi bahasa, smoko merupakan bahasa yang digunakan oleh kelompok tentara angkatan laut Inggris dan berawal pada 1865. Mereka menyebutnya smoke-o atau smoke-oh. Di Selandia Baru, smoko sempat menjadi peraturan dan membuat para pekerja mendapatkan dua kali istirahat. [VTO]

 

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 6 November 2017