Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini untuk mengenang jasa Raden Ajeng (RA) Kartini sebagai pelopor emansipasi perempuan. Di berbagai daerah, perayaan ini kerap dihiasi dengan nuansa budaya, salah satunya dengan mengenakan kebaya atau pakaian adat lainnya. Namun, apa alasannya?
Sekilas Kisah Kartini dan Kebaya
Kebaya bukan sekadar pakaian tradisional bagi perempuan Indonesia. Pakaian ini juga memiliki makna simbolik yang kuat, terlebih ketika dikaitkan dengan sosok RA Kartini. Di dalam berbagai dokumentasi foto semasa hidupnya, Kartini hampir selalu terlihat mengenakan kebaya, yang kini modelnya dikenal sebagai “kebaya Kartini”.
Model kebaya Kartini memiliki ciri khas berupa kerah berbentuk V, lengan longgar, serta sering dipadukan dengan bros di bagian dada. Berbeda dari model kebaya yang biasa dipadukan dengan kemben, kebaya Kartini lebih menyerupai tunik yang longgar dan tertutup.
Jika ditelusuri, asal-usul kebaya ternyata cukup panjang dan menarik. Menurut sejarawan Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya, istilah “kebaya” berasal dari bahasa Arab “kaba” yang berarti pakaian. Ada juga yang mengaitkannya dengan kata “abaya”, tunik panjang khas Timur Tengah.
Catatan sejarah Portugis menyebutkan kebaya sudah dipakai di kerajaan-kerajaan Jawa sejak abad ke-15. Awalnya, kebaya dikenakan oleh kalangan bangsawan, terutama permaisuri dan selir raja. Sementara itu, masyarakat biasa baru mulai mengenakannya kemudian, dengan versi yang lebih sederhana, terbuat dari kain tipis dan disematkan dengan peniti.
Transformasi kebaya juga dipengaruhi oleh masuknya Islam ke Jawa, yang mendorong perempuan untuk berpakaian lebih tertutup. Dari sinilah muncul berbagai adaptasi, termasuk kebaya kutu baru, yakni model kebaya yang lebih tertutup untuk menyempurnakan model kemben.
Simbol untuk Mengenang KartiniÂ
Seiring waktu, kebaya tak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga simbol perjuangan. RA Kartini, sebagai sosok yang memperjuangkan kesetaraan hak perempuan, secara tidak langsung menjadikan kebaya sebagai pakaian yang merepresentasikan kecerdasan, keanggunan, serta keberanian perempuan untuk bersuara.
Kebaya bukan satu-satunya pakaian yang digunakan untuk merayakan perjuangan Kartini. Berbagai baju adat Indonesia juga kerap terlihat digunakan banyak orang setiap tanggal 21 April. Biasanya, anak-anak dari TK hingga SMA kerap diwajibkan memakai baju adat sesuai asal daerah masing-masing.Â
Pakaian Adat, Representasi Berbagai Daerah
Walau Kartini berasal dari Jawa dan mengenakan kebaya Jawa, perjuangannya tidak terbatas pada satu daerah. Kartini memperjuangkan hak pendidikan dan kesetaraan untuk seluruh perempuan Indonesia.
Oleh karena itu, peringatan Hari Kartini juga dirayakan dengan mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di Nusantara, bukan hanya kebaya Jawa. Hal ini menjadi simbol bahwa semangat Kartini merangkul semua budaya, sekaligus menanamkan rasa cinta terhadap kekayaan budaya bangsa sejak usia dini.
Tradisi ini juga merupakan bentuk simbolis untuk mengenang sosok Kartini dan semangat zamannya. Pada awal abad ke-20, masyarakat Indonesia, termasuk Kartini, masih mengenakan pakaian adat dalam aktivitas sehari-hari: bermain, belanja, memasak, belajar, hingga bekerja.
Berpakaian ala Kartini menjadi cara visual yang kuat untuk menghidupkan kembali suasana masa itu sekaligus mengenang perjuangannya. Tak hanya itu, momentum ini juga dapat menjadi sarana edukatif bagi generasi muda, terutama pelajar, untuk memahami sejarah dan nilai-nilai kebudayaan.
Baca juga:Â Memperingati Perjuangan Kartini melalui Pekan Bahasa