Biaya hidup yang terus-menerus merangkak naik ternyata hanya menjadi tantangan bagi konsumen, tetapi juga produsen dan berbagai industri pendukung. Bagi konsumen, mereka harus menyiasati berbagai kenaikan harga dengan pemasukan yang mungkin tidak bertambah. Bagi produsen, di dalam pasar yang tingkat persaingannya semakin ketat, pemahaman atas perilaku konsumen di tengah ekonomi sulit pun menjadi sangat penting. Diperlukan segmentasi yang dapat membedakan konsumen dengan tepat berdasarkan status sosio-ekonomi konsumen.
Harga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumen. Pada awal tahun ini, harga sejumlah barang kebutuhan dasar cenderung meningkat. Menyusul kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar pada April lalu, harga tiket kereta api, elpiji 12 kilogram, hingga harga sayuran. Ditambah lagi, kenaikan tarif dasar listrik nonsubsidi yang turut menyebabkan membengkaknya pengeluaran konsumen.
Berdasarkan studi Pengeluaran Keluarga Nielsen pada kuartal pertama 2015, biaya transportasi menempati pos pengeluaran rutin terbesar ketiga setelah biaya pendidikan dan bahan-bahan kebutuhan pokok di dalam rumah tangga. Masih ditambah lagi dengan tarif listrik rumah tangga nonsubsidi yang mengalami penyesuaian setiap bulan dengan mengacu kepada tiga indikator, yakni nilai tukar, harga minyak Indonesia, dan inflasi.
Di luar kenyataan pahit harus menghadapi kenaikan harga, konsumen Indonesia termasuk konsumen yang sangat percaya diri. Berdasarkan studi Nielsen atas Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia pada Kuartal Kedua 2015, Indonesia merupakan negara keempat dengan Indeks Kepercayaan Konsumen tertinggi di dunia setelah India, Amerika Serikat, dan Filipina.
Meski masih percaya diri, kekhawatiran utama konsumen Indonesia adalah mengenai kondisi dan situasi ekonomi saat ini. Mereka pun melakukan penyesuaian pengeluaran dengan menunda pembelian perangkat komunikasi, pakaian, dan mengurangi hiburan di luar rumah. Untuk menghadapi kenaikan harga gas elpiji dan tarif dasar listrik, dua dari lima konsumen di Indonesia berhemat dalam penggunaan gas dan listrik.
Kombinasi variabel
Kenaikan harga yang bertubi-tubi menandakan bahwa dengan jumlah uang dan kebutuhan yang sama, uang yang dikeluarkan konsumen menjadi lebih besar. Pengeluaran sebagai satu-satunya alat ukur dalam menentukan kelas sosial ekonomi konsumen barangkali relevan digunakan pada masa lalu saat kondisi ekonomi dan harga lebih stabil. Namun, tidak bagi era sekarang.
Kini, mengelompokkan konsumen berdasarkan pengeluaran semata menjadi tidak relevan lagi karena perubahan harga yang terus-menerus justru mendorong konsumen naik ke kelas yang lebih tinggi. Pengeluaran konsumen menjadi elemen yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi karena perubahan harga dapat terjadi sewaktu-waktu. Dengan kata lain, pengelompokan kelas konsumen hanya berdasarkan pengeluaran tidak lagi dapat menggambarkan kondisi kelas sosio-ekonomi mereka yang sebenarnya.
Dengan perkembangan kondisi ekonomi tersebut serta perilaku konsumen masa kini, dibutuhkan pendekatan lebih relevan untuk memetakan konsumen secara tepat. Oleh karena itu, diperlukan indikator-indikator yang lebih stabil dan berkelanjutan dalam menentukan kelas sosio-ekonomi konsumen. Tidak lagi bergantung pada pengeluaran semata.
Empat kombinasi variabel yang paling stabil dan berkelanjutan adalah Pengeluaran Rutin Bulanan Rumah Tangga, Daya Listrik, Sumber Air Minum Utama, serta Bahan Bakar untuk Memasak. Untuk masing-masing variabel tersebut, Nielsen memberikan skor dan kombinasi total skor. Hasilnya akan membentuk segmentasi kelas sosio-ekonomi konsumen Atas (Upper), Menengah (Middle), dan Bawah (Lower) yang lebih stabil sekaligus tahan terhadap perubahan harga yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu.
Keempat kombinasi variabel yang digunakan Nielsen relevan, baik untuk daerah perkotaan maupun pedesaan. Variabel-variabel tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh untuk segmentasi konsumen. [*/GPW]
noted:ÂMemetakan Kelas Sosio-Ekonomi Lebih Relevan