Akhtar berteriak geli. Bayi penyu sisik di dalam batok kelapa yang dipegangnya menggeliat ingin keluar. Tangan mungil Akhtar hampir saja menumpahkannya.
“Hati-hati, ya. Sini Bunda pegangi dulu,” kata Bunda.
Akhtar mengangguk. Dilihatnya sekeliling pantai, banyak pengunjung hari ini di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu. Ayah, Bunda, dan Akhtar menumpang kapal dari dermaga Pantai Marina Ancol. Perjalanan satu jam yang lumayan melelahkan sirna karena hari ini mereka dapat ikut melepasliarkan tukik.
Bulan ini, terdapat tukik atau bayi penyu berusia tiga hari di penangkaran Pelestarian Penyu Sisik, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Hanya butuh 10 menit untuk sampai ke tempat ini dari dermaga Pulau Kelapa Dua. Pak Rudi, penanggung jawab penangkaran, mengajak para pengunjung untuk ikut melepasliarkan tukik ke lautan lepas.
“Tukik ini dilepas agar bisa hidup di habitat aslinya. Nanti kalau sudah besar, sekitar 20 sampai 30 puluh tahun lagi, mereka akan kembali ke pantai untuk bertelur. Lalu telurnya ditetaskan di penangkaran ini agar tidak dimakan hewan lain seperti kepiting atau burung. Lihat nih, persis seperti sisik kan cangkangnya?” Pak Rudi menunjuk gambar cangkang penyu sisik sesaat sebelum acara dimulai.
Dengan antusias, Akhtar mengajak Ayah untuk ikut mengantre. Pak Rudi memberi satu tukik penyu sisik kepada setiap pengunjung.
Para pengunjung yang sudah membawa tukik, berjajar di sepanjang pantai. Sinar surya sudah mulai tenggelam. Satu per satu tapak kaki mungil tukik membekas di pasir. Ternyata, melepas tukik pun ada tekniknya. Tukik diletakkan di pasir tidak langsung menghadap ke laut, namun menghadap ke pantai. Ini agar tukik dapat mengingat tempat di mana dia lahir dan nantinya akan kembali ke pantai itu untuk bertelur. Wah, menarik sekali. Jadi seperti manusia yang harus ingat dan cinta tanah airnya, gumam Akhtar.
“Eh, jangan membuang plastik di situ, Nak!” ujar Pak Rudi kepada seorang anak setelah acara selesai.
“Nanti kotor ya, Pak?” Akhtar menanggapi.
“Iya. Selain itu penyu akan mati jika banyak sampah plastik di laut.”
“Wah, memangnya kenapa Pak?”
“Plastik di air terlihat seperti alga, makanan penyu sisik di lautan lepas. Plastik itu membuat penyu tersedak dan mati,” jelas Pak Rudi.
Wah, ternyata merawat penyu pun bisa dari hal kecil, seperti tidak membuang sampah plastik sembarangan. Selain juga menjaga lingkungan jadi sehat. Akhtar senang bisa mendapat pengalaman melepasliarkan tukik hari ini. *
Penulis: Dhita Erdittya
Pendongeng: Paman Gery (IG: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita