Suhu yang tinggi pada musim kemarau biasanya akan membuat temperatur di dalam rumah meningkat. Jika rumah tidak dirancang dengan cermat, udara panas akan semakin lama terperangkap di dalam rumah dan membuat penghuninya merasa tidak nyaman.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar rumah bisa mendinginkan dirinya sendiri tanpa bantuan alat pendingin ruangan, salah satunya dengan jendela rangkap. Telah lama kita melupakan bentuk jendela rangkap, daun jendela berlapis dua.

Rumah-rumah lama masih banyak yang menggunakan desain semacam itu. Tidak sekadar fashion, jendela rangkap memang fungsional. Sebelum kita tergantung pada AC, para arsitek memutar otak untuk menyiasati suhu di daerah tropis. Jendela rangkap menjadi salah satu jalan keluarnya.

Manusia membutuhkan cahaya alami sekaligus aliran udara ke dalam rumah. Namun, hadirnya cahaya datang bersamaan dengan panas akibat radiasi matahari. Rumah pun menjadi panas. Sementara itu, jika kita hanya menggunakan jendela jalusi, rumah cenderung menjadi gelap. Menghadirkan jendela kaca dan jalusi secara tepat menyelesaikan persoalan itu.

Jendela rangkap terdiri atas jendela kaca di bagian dalam (arah bukaannya ke dalam) dan jendela jalusi di sebelah luar (arah bukaan ke luar). Pada pagi dan siang hari, ketika matahari bersinar, jendela jalusi bisa dibuka sehingga cahaya masuk melalui kaca. Sebaliknya, pada malam hari, jendela kaca dibuka dan jendela jalusi ditutup. Dengan demikian, rumah tetap mendapatkan aliran udara sekaligus tetap aman karena tertutup.

Kita juga bisa mengalirkan udara dengan memahami sifat udara. Salah satu karakter udara, massa udara bergerak di ruang yang memiliki perbedaan suhu. Udara panas selalu bergerak ke atas. Yang bisa kita lakukan, mengondisikan bagian bawah ruang tetap dingin agar pergerakan udara dapat berlangsung.

Hal tersebut bisa dilakukan dengan membuat bukaan ventilasi berjalusi di bagian bahwa pintu. Sementara itu, pada bagian dinding yang berseberangan, buatlah ventilasi di bagian atas. Ukuran plafon yang tinggi juga akan membantu karena suhu udara yang cenderung lebih panas mengalir ke atas dan tidak sejajar dengan tubuh manusia. [*]

Foto dokumen shutterstock.com

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 15 Februari 2018.