Setiap tahunnya, 2 Mei bukan hanya sebagai penanda waktu, tetapi sebagai hari peringatan yang penuh makna bagi masyarakat Indonesia. Pada tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional, atau biasa dikenal Hardiknas. Tentunya Hari Pendidikan Nasional menyimpan nilai historis dan filosofis yang sangat mendalam.
Mengapa 2 Mei?
Peringatan Hardiknas tak dipilih sembarangan. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan hari lahir Ki Hadjar Dewantara, tokoh besar yang dengan gigih memperjuangkan pendidikan di Indonesia, jauh sebelum Indonesia merdeka. Lewatan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959, pemerintah menetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Bapak Pendidikan Nasional.
Ki Hadjar Dewantara bukan hanya seorang tokoh, tetapi simbol keberanian akan melawan ketidakadilan pendidikan pada masa penjajahan. Lewat pendirian Taman Siswa pada 1922, beliau membuka akses belajar bagi rakyat kecil yang pada saat itu terpinggirkan dari dunia pendidikan formal. Inilah tonggak awal dari pendidikan yang bebas dan merata.
Makna Hardiknas: Lebih dari Sekadar Peringatan
Peringatan Hardiknas sejatinya adalah ajakan untuk merenung. Apa kabar pendidikan hari ini? Sudahkah semua anak bangsa mendapatkan hak belajarnya dengan layak? Momen ini menjadi titik refleksi bagi para pengajar, murid, orang tua, bahkan para pemangku kebijakan. Pendidikan bukan hanya urusan sekolah dan kementrian, tetapi urusan semua masyarakat Indonesia. Di balik setiap anak bangsa yang terdidik, ada harapan besar bagi masa depan negeri ini.
Tiga Pilar Filosofi Pendidikan
Bukan hanya membangun sekolah, Ki Hadjar Dewantara juga merumuskan filosofi pendidikan yang sangat relevan hingga sekarang. Tiga semboyannya begitu kuat dan sarat makna.
- “Ing ngarsa sung tulada”: Di depan, pengajar harus menjadi teladan.
- “Ing madya mangun karsa”: Di tengah, pendidik membangkitkan semangat dan inisiatif.
- “Tut wuri handayani”: Dari belakang, ia memberi dorongan dan dukungan.
Filosofi tersebut bukan hanya sekadar kutipan, tetapi dasar yang menyentuh jiwa. Ia mengingatkan bahwa pendidikan bukan sekadar mengajar, tetapi membentuk karakter, menyemai nilai, dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Hardiknas 2025: “Partisipasi Semesta Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”
Tahun ini, tema Hardiknas mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu dalam semangat yang sama, dalam meningkatkan mutu pendidikan secara inklusif. Artinya, bukan hanya soal kurikulum atau teknologi, tapi juga tentang bagaimana kita saling mendukung, dari pusat hingga pelosok, agar tidak ada anak yang tertinggal dari haknya untuk belajar dan berkembang.
Partisipasi semesta artinya setiap elemen punya peran. Pemerintah sebagai penggerak kebijakan. Masyarakat sebagai penopang lingkungan belajar. Dan siswa sebagai subjek utama, yang bukan hanya belajar, tetapi juga diajak untuk berpikir kritis dan berdaya.
Hari Pendidikan Nasional bukanlah hari biasa. Hari tersebut merupakan pengingat bahwa bangsa yang besar bukan hanya yang kaya akan sumber daya, tapi yang cerdas dalam mengelolanya. Dan kecerdasan itu tumbuh dari ruang-ruang belajar yang merdeka, adil, dan penuh kasih.
Mari rayakan Hardiknas bukan hanya dengan seremoni, tetapi dengan aksi nyata. Mulailah dari hal kecil seperti, menghargai para pengajar, menemani anak belajar, atau sekadar menyebarkan semangat belajar seumur hidup. Karena pendidikan bukan tujuan akhir, tapi perjalanan panjang menuju bangsa yang tercerahkan.
Baca juga: Sejarah Hidup Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional