Dibangun atas prakarsa Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1632, kompleks makam ini tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir para raja Mataram, tetapi juga menjadi simbol spiritual dan budaya yang dihormati masyarakat Yogyakarta.
Tiga area utama
Perjalanan menuju kompleks makam diawali dengan melewati gerbang megah yang dihiasi ornamen khas Jawa. Suasana magis dan aura mistis langsung terasa begitu memasuki area pemakaman. Pemandangan alam yang indah dengan perbukitan hijau dan lingkungan yang teduh menambah kesakralan tempat ini.
Kompleks Imogiri terbagi menjadi tiga area utama: Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Imogiri Wetan. Masing-masing area memiliki gerbang dan pendapa yang berbeda, dihiasi dengan ukiran dan ornamen khas yang mencerminkan filosofi dan nilai-nilai budaya Jawa.
Di dalam kompleks makam, terdapat berbagai bangunan dan pendapa yang memiliki fungsi dan makna simbolis. Pendapa Bangsal Kencono merupakan tempat perhentian terakhir sebelum memasuki area inti makam. Di sini, pengunjung diwajibkan untuk mematuhi aturan dan tata cara adat yang berlaku, seperti melepas alas kaki dan mengenakan pakaian yang sopan.
Tanah wangi
Kompleks Imogiri menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para raja Mataram Islam, termasuk Sultan Agung Hanyokrokusumo, Mangkunegaran I, Hamengku Buwono I, hingga Hamengku Buwono IX. Setiap makam memiliki arsitektur dan desain yang unik, mencerminkan keunikan dan kisah hidup raja yang dimakamkan di sana.
Terdapat beberapa bagian di Makam Imogiri. Bagian utamanya disebut Kasultanan Agungan. Di sini terdapat makam Raja Mataram ke-3 Sultan Agung Hanyakrakusuma beserta istrinya Sri Ratu Batang, raja kelima Sunan Amangkurat II, dan raja keenam Sunan Amangkurat III.
Bagian berikutnya yang letaknya lebih di bawah terdapat Paku Buwanan. Ini adalah tempat peristirahatan terakhir Sunan Pakubuwono (PB) I, Sunan Amangkurat IV, dan PB II.
Selanjutnya di sebelah timur, secara berurutan adalah bagian Kasuwargan Yogyakarta, Besiyaran Yogyakarta, dan Saptorenggo Yogyakarta yang merupakan tempat pemakaman Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I sampai IX; kecuali HB II yang kabarnya sejak awal minta dimakamkan di Makam Raja-raja Kotagede.
Adapun di sebelah barat terdapat bagian Kasuwargan Surakarta, Kapingsangan Surakarta, dan Girimulya Surakarta yang merupakan tempat pemakaman PB III sampai XII.
Pada hari-hari tertentu, pengunjung dapat memasuki makam Imogiri untuk mengirimkan doa di depan pusara para leluhur dengan mengenakan busana tradisional. Untuk laki-laki memakai beskap lengkap dengan kain jarik dan blangkon. Sedangkan perempuan memakai baju kemben dan jarik. Baju-baju ini dapat disewa di kompleks makam.
Yang menarik dari Makam Imogiri, seperti dikisahkan Bu Sri, salah satu juru kunci yang telah mengabdi 35 tahun, tanah makam Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma selalu beraroma wangi. Peziarah bisa mencium sendiri tanah wangi ini tatkala berada di pusara Sultan Agung.
“Sultan Agung dikenal sebagai raja yang arif dan bijaksana. Beliau semasa hidupnya kalau Shalat Jumat langsung ke Mekkah. Bagaimana caranya? Hanya dengan izin Tuhan saja,” ungkap Bu Sri, beberapa hari sebelum Ramadhan lalu.
Hal menarik lainnya, langgam arsitektur makam Sultan Agung berbentuk menyerupai kerbau. Bentuk ini melambangkan kegagahan dan kekuatan sang raja, yang dikenal sebagai pemimpin yang berhasil membawa Mataram Islam ke puncak kejayaan.
Walaupun Makam Imogiri dianggap tempat yang keramat, berkunjung ke sini akan membuat kita semakin mengenal para leluhur pendiri Kraton Yogyakarta Hadiningrat.
409 anak tangga
Untuk mencapai area makam raja, peziarah perlu menapaki atau mendaki sedikitnya 409 anak tangga. Ini menjadi salah satu bagian penting dalam ritual ziarah ke Makam Raja-raja Imogiri. Jumlah anak tangga ini bukan tanpa makna, melambangkan 409 hari dalam siklus kehamilan manusia. Setiap langkah menandakan perjalanan spiritual dan penghormatan kepada para leluhur.
Tangga terbagi dalam beberapa tingkatan, dengan gerbang dan area istirahat di setiap level, mencerminkan filosofi Jawa tentang kesabaran dan ketekunan dalam mencapai kesempurnaan. Bagi para peziarah, mendaki tangga ini bukan hanya latihan fisik, tetapi juga laku tirakat (perjalanan spiritual) untuk mendekatkan diri dengan leluhur dan mendoakan mereka.
Makam Raja-Raja Imogiri bukan hanya tempat wisata sejarah, tetapi juga menjadi pusat spiritual dan budaya bagi masyarakat Yogyakarta. Tradisi ziarah dan ritual adat masih dilestarikan hingga saat ini, menunjukkan penghormatan masyarakat terhadap para leluhur.
Keindahan arsitektur, nilai sejarah yang tinggi, dan atmosfer mistis yang menyelimuti menjadikan Makam Raja-raja Imogiri sebagai salah satu destinasi wisata budaya yang wajib dikunjungi di Yogyakarta. Pengunjung tidak hanya dapat mempelajari sejarah Mataram Islam, tetapi juga merasakan atmosfer spiritual dan budaya yang masih terjaga hingga saat ini.
Aturan saat berziarah
- Pakaian: mengenakan pakaian adat Jawa yang bisa disewa di area makam. Kecuali anak balita.
- Alas kaki: tidak diizinkan mengenakan alas kaki saat memasuki area makam.
- Perhiasan: tidak diizinkan memakai perhiasan emas. Kecuali anak balita perempuan yang memakai anting-anting emas.
- Berbicara: wajib menjaga ketenangan selama berada di area makam.
- Memotret: dilarang mengambil foto di area tertentu.
- Pemandu: disarankan menggunakan jasa pemandu atau juru kunci untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap.
- Jadwal buka: Senin pukul 10.00-13.00, Jumat pukul 13.00-16.00, Minggu pukul 10.00-13.00, dan 1 Syawal pukul 10.00-13.00. Selama Ramadhan tutup.
- Kotak amal: terdapat sejumlah kotak amal di dalam area makam. Peziarah bisa mengisinya secara sukarela.
Menghormati tradisi dan aturan yang berlaku menjadi kunci untuk mendapatkan pengalaman yang maksimal di destinasi ini.