Bu Santi mengetuk papan tulis dengan penghapus. Ruangan kelas enam sebuah sekolah dasar di Kabupaten Pekanbaru, Provinsi Riau, seketika menjadi hening.
“Anak-anak, hari Sabtu besok, kegiatan Pramuka diliburkan. Kita akan kerja bakti untuk meminimalisir dampak karhutla,” kata Bu Santi.
“Kar … karut, apa itu, Bu?” Deni menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Karhutla. Kebakaran hutan dan lahan. Kurang update kau, ini,” celetuk Ariel sang ketua kelas.
Seisi kelas tertawa mendengarnya.
Tak lama kemudian, terdengar bel berbunyi. Semua siswa bersiap-siap untuk pulang.
Keesokan pagi setelah sarapan, Deni bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Saat ia membuka pintu rumahnya, ternyata langit dan jalanan terlihat samar-samar berwarna putih karena mulai diselimuti asap.
Deni mengetuk kamar kakaknya.
Kak Damar yang menjadi aktivis lingkungan ternyata sedang sibuk menata lembaran-lembaran kain flanel serta kardus-kardus berisi masker.
“Kak di luar sudah mulai ada kabut asap,” kata Deni kemudian.
“Iya, Kakak sudah tahu. Makanya kakak sekarang sedang berusaha untuk mengantisipasinya,” jawab Kak Damar.
“Apa ini, Kak?” Deni menunjuk sebuah buntalan plastik besar.
“Oh, itu busa dakron. Fungsinya sebagai penyaring udara yang tercemar asap.”
“Memangnya bisa, Kak? Caranya bagaimana?” tanya Deni antusias.
“Busa dakron digunakan untuk menutup ventilasi ruangan. Kalau tidak ada, bisa diganti dengan kain katun atau flanel. Jangan lupa, jaga kelembapannya dengan cara disemprot air secara berkala.”
Deni terdiam. Ia teringat di ruangan-ruangan kelas di sekolahnya, banyak terdapat lubang ventilasi, sehingga bisa memungkinkan asap leluasa masuk.
“Kak, anterin aku ke sekolah, ya,” celetuk Deni. Deni lalu menceritakan kepada kakaknya itu, bahwa hari ini ada kerja bakti di sekolahnya untuk meminimalisir dampak karhutla. Deni ingin mengajak Kak Damar untuk ikut berbagai ilmu di sekolahnya tentang cara meminimalisir dampak karhutla tersebut.
Deni, Ariel, dan teman-temannya merasa puas. Kelas mereka kini sudah siap melawan asap. Semua ventilasi tertutup oleh dakron basah dan kain-kain flanel lembap tergantung di setiap jendela. Di pojok belakang, terpasang sebuah akuarium lengkap dengan ganggang dan lampu ultraviolet yang berfungsi untuk mengurangi karbondioksida serta menjaga kelembapan udara.
“Sampaikan terima kasih ibu ke kakakmu atas masukan-masukannya tadi, juga atas sumbangan dakron dan kain flanelnya ya, Deni,” kata Bu Santi.
Deni mengangguk seraya tersenyum. Ia senang bisa berpartisipasi bersama teman-temannya dalam menciptakan ruang kelas yang nyaman di tengah-tengah serbuan kabut asap. *
Penulis: Elisa D S
Pendongeng: Paman Gery (instagram: paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita