Amira membuat desain kipas dahulu, seperti perintah Bu Wati. Tuti, teman sebangku Amira, juga sedang membuat desain kipas. Setelah itu, Amira dan teman-temannya melakukan penganyaman dengan cara saling silang sederhana. Bu Wati mencontohkan di depan kelas.
Bel istirahat berbunyi. Bu Wati meminta semua murid menyelesaikan anyaman kipas di rumah masing-masing. Hasil prakarya dikumpulkan besok.
“Ternyata susah, ya membuat anyaman,” kata Amira.
“Iya, benar Amira. Aku baru tahu ternyata membuat anyaman kipas lama juga, ya! Bagaimana kalau kita melanjutkan membuat anyaman di rumahku,” usul Tuti.
“Setuju. Nanti sore, ya.”
Pukul 4 sore, Amira sudah sampai di rumah Tuti. Mereka melanjutkan membuat kipas dari anyaman bambu. Setelah anyaman selesai sesuai dengan desain yang dibuat, Amira dan Tuti memberi pinggiran kipas dengan kain ukuran setengah sentimeter, lalu menjahit pinggirnya.
“Yah, kipas buatanku kurang bagus,” kata Amira melihat anyaman kipas yang terlihat kurang rapi.
“Namanya juga baru belajar membuat, Amira. Punyaku juga kurang bagus,” kata Tuti.
Saat pulang dari rumah Tuti, di perjalanan, Amira memikirkan kipas buatannya yang kurang bagus. Selama ini, Amira selalu mendapat nilai tinggi untuk semua mata pelajaran. Ia takut jika nilai mata pelajaran keterampilannya jelek.
“Aha!” teriak Amira. Ia mendapatkan ide.
Sebelum sampai rumah, Amira mampir ke toko Bu Darmi. Ia pernah melihat, ada kipas anyaman yang dijual di situ. Ia berencana akan mengumpulkan kipas yang dia beli sebagai tugas prakaryanya.
Pagi ini, semua murid mengumpulkan tugas kipas anyaman bambu. Amira mengeluarkan kipas anyaman yang dibelinya.
“Itu kipas siapa, Amira?” tanya Tuti.
Amira kaget. Ia lupa kalau Tuti tahu kipas anyaman buatannya karena mereka membuat bersama di rumah Tuti.
“Aku, aku… Kipasku jelek Tuti. Ini kipas yang aku beli. Aku takut jika nilaiku nanti juga jelek,” jawab Amira lirih.
“Jadi, ini bukan kipas buatanmu, Amira?”
Amira mengangguk.
“Amira, kata Bu Wati kemarin, kita harus membuat kipas dari anyaman bambu sendiri,” kata Tuti mengingatkan.
“Tapi… aku takut nanti nilaiku jadi jelek,” kata Amira ragu.
“Kita harus jujur, Amira! Lebih baik buatan kita sendiri,” saran Tuti.
Amira merenung sejenak, lalu mengambil kipas hasil buatannya sendiri dari dalam tas. “Benar kata kamu, Tuti. Aku harus jujur. Aku akan mengumpulkan kipas anyaman bambu hasil buatanku sendiri. Terima kasih Tuti. Kamu sudah mengingatkanku,” kata Amira.
Tuti tersenyum sambil mengacungkan jempol.*
Penulis: Fitri Kurnia Sari
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita