Meski berburu bersama, Nyare dan Haga tak mudah mendapatkan mangsa. Hal ini karena udang juga terjaga di malam hari. Mereka juga mencari makanan. Jadi, para udang lebih waspada terhadap lingkungan sekitarnya.
“Kenapa para udang tak terlihat ya di area Telok Kao ini?” tanya Nyare.
“Entahlah! Kemarin terumbu karang ini cukup ramai?” Haga mengedikkan kepalanya.
“Ini benar-benar terlalu sepi. Tak hanya udang, binatang lain juga tak tampak.” Nyare menekuk mukanya.
“Betul juga! Hmm.. Sepertinya ada yang aneh. Lihat! Kenapa warna air di depan sana terlihat lebih gelap, ya?” Haga menajamkan pandangannya.
“Jangan-jangan mereka semua bersembunyi di sana?”
“Tapi…” Haga tampak ragu.
“Ayo, kita ke sana!” Nyare memacu langkahnya lebih cepat.
Di kejauhan, sepasang mata kecil tak berhenti bergerak. Mata itu mengawasi seluruh gerak-gerik Nyare dan Haga. Saat Nyare dan Haga makin dekat dengan air pekat di hadapan mereka, tiba-tiba terdengar suara mirip tembakan. Kedua hiu kecil itu terkejut.
“Suara apa itu?” Haga bergidik.
“Sepertinya suara jentikan udang mantis. Hanya Harpi, anak raja mantis, yang punya suara sekeras itu.” Nyare menjelaskan.
Nyare dan Haga berbalik. Mereka mencari sumber suara itu.
“Harpi? Kenapa kau mengganggu kami? Keluarlah! Kami tidak akan memakanmu.” Nyare berteriak.
Seekor mantis berwarna cerah keluar dari balik terumbu karang. Ia tampak ragu-ragu dan berenang mendekati kedua hiu itu.
“Ehm.. Sebenarnya aku sedang mendapat tugas menjaga kawasan ini. Para binatang laut sudah mengungsi. Ada tumpahan minyak yang membuat laut menghitam. Itu akan sangat berbahaya untuk kalian. Meskipun, sebenarnya aku tak suka pada kalian para pemangsa, tapi aku tak mau kalian celaka.” Harpi menjelaskan dengan terbata-bata.
Saat Harpi menarik napas setelah berbicara, Haga tiba-tiba bergerak cepat ke arahnya. Harpi tak sempat menghindar. “Ah, kali ini aku pasti jadi santapan hiu,” pekik Harpi dalam hati.
Hiu penuh bintik itu dengan sigap membuat gerakan membelit. Namun, ternyata Haga tak berniat melahap Harpi. Ia malah memeluk udang kecil itu.
“Terima kasih, Harpi. Karenamu kami selamat. Kami janji akan membayar utang budi. Kami akan melindungimu dan keluargamu dari serangan para predator,” tukas Haga.
Nyare mengangguk, “Ya, meskipun predator, kami sangat menghargai kebaikanmu.”
Harpi pun tersenyum lega. Mereka bertiga pun menjadi sahabat baik. **
Penulis: Rizka Amaliah
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita