Suatu hari, di tengah padatnya jalan raya, riuh klakson kendaraan, atau kepungan gedung-gedung tinggi, mungkin kita bertanya: seperti apakah kota yang baik? Kita bisa menyebut rendahnya tingkat kriminalitas, minimnya polusi udara, memadainya fasilitas publik, dan sederet kriteria lainnya. Tambahkan satu lagi, yang membuat warganya bahagia.

Sham Shui Po, distrik kelas pekerja di tengah Hongkong itu, abu-abu. Warna pirau mendominasi bangunan-bangunan bertingkat. Hanya ada sedikit aksen merah dari tulisan pada papan-papan nama toko atau kedai. Suatu siang pada Maret lalu, seniman Okuda San Miguel dari Spanyol menyusuri Jalan Tai Nan di area itu. Ia memang sedang ingin membubuhkan lebih banyak warna pada kota itu. Ia berpikir untuk mencuri pelangi.

03

Begitulah “Rainbow Thief”, judul karya mural Okuda di Jalan Tai Nan, lahir. Karya yang dikerjakan dalam empat hari ini mengubah dinding bangunan setinggi 12 lantai yang suram menjadi mural tiga dimensi berwarna-warni dengan corak-corak geometris berbentuk kepala beruang. Bangunan yang telah berusia lebih dari 20 tahun itu diberi kehidupan kedua.

“Bangunan, karya seni publik, patung, mural, kota tua, taman, dan segala sesuatu terkait desain yang mengambil esensi dari area setempat akan membuat sebuah kota tampak sebuah menarik,” kata Okuda menjawab pertanyaan koran ini via surat elektronik, Jumat (13/5).

Karya itu dibuat dalam rangka festival HKwalls yang diadakan rutin setahun sekali sejak 2014. Pada penyelenggaraannya yang ketiga tahun ini, panitia ingin menghadirkan sesuatu yang berbeda di Sham Shui Po. Tempat ini bukan sekadar wilayah tinggal kelas pekerja dan pusat penjualan elektronik, tetapi juga kota tua yang menyimpan jejak-jejak peristiwa lampau yang membentuk Hongkong hari ini.

Setelah menetapkan Sham Shui Po sebagai lokasi yang akan diangkat tahun ini, panitia HKwalls menemui warga di tempat itu dan menyosialisasikan rencana mereka. Jackaline Chow, yang lahir dan besar di Sham Shui Po, begitu antusias mendengar rencana itu. Setelah mendapat persetujuan dari keluarganya, ia menyediakan bangunannya sebagai kanvas.

Sejak “Rainbow Thief” selesai pertengahan Maret, distrik itu terasa jauh lebih hidup. Citra lingkungan itu berubah. Setiap orang yang lewat di depan gedung milik Chow akan berhenti dan mengambil foto. Mereka jadi sangat menikmati saat-saat melintasi Jalan Tai Nan.

 

Untuk kebahagiaan

Rainbow Thief di Hongkong hanyalah satu dari ratusan karya lain Okuda. Jejak muralnya telah memberi sumbangsih untuk membuat kota-kota di belasan negara lebih hidup. Kita bisa menemukan karya Okuda antara lain di India, Mali, Mozambik, Amerika Serikat, Jepang, Cile, Brasil, Peru, Afrika Selatan, dan sejumlah negara Eropa.

Salah satu karya lain Okuda yang cukup monumental adalah Kaos Temple di Asturias, bagian barat laut Spanyol. Ia melukis dinding gereja tua yang sudah tidak terpakai lagi dan mengubahnya menjadi taman bermain skate yang begitu unik. Sapuan warnanya yang imajinatif sangat impresif. Ia bermain-main dengan motif dan detail rumit pada dinding serta langit-langit gereja.

08

“Saya jatuh cinta pada bangunan gereja dan proyek Kaos Temple. Saya akan melakukan segalanya untuk menyelesaikan karya Kaos Temple,” tutur Okuda.

Energi yang dikeluarkannya untuk menggarap Kaos Temple telah membuat bangunan ini menjadi magnet baru. Selain untuk bermain skate, orang datang ke tempat ini untuk berfoto, mengagumi, atau memanjakan imajinasi mereka.

Karya-karya Okuda selalu berciri permainan warna yang kaya dengan kombinasi geometris yang unik. Gayanya ini semakin menajam pada 2009.

“Pada awalnya, saya hanya mulai menggabungkan bentuk geometris dengan rangkaian huruf sederhana yang membentuk kata Okuda. Setelah menemukan bahwa inilah gaya saya, saya mulai memadukan ilustrasi orang, arsitektur yang janggal, binatang-binatang, atau apa saja dengan pola geometris,” cerita Okuda.

09

Dalam berproses, perenungan-perenungan Okuda membuatnya ingin menyampaikan banyak hal lewat karya-karyanya. Tentang semesta, arti hidup, kontradiksi antara modernitas dan tradisi akar sebuah masyarakat, kebebasan yang salah dalam kapitalisme, dan relasi antara manusia dengan dirinya sendiri. Motivasi paling kuat yang mendorong Okuda untuk berkarya datang dari dirinya sendiri.

“Saya butuh mencipta sesuatu agar bisa berbahagia dan merasa lebih baik. Makna kehidupan saya dapatkan dari seni. Ketika bekerja dengan lift di bangunan yang besar dan melihat lalu lalang mobil dan orang-orang di jalanan, saya merasa bebas dan hidup. Saya keluar dari dunia yang mekanis dan kapitalis, menjadi lebih dekat dengan langit,” ungkap Okuda.

Namun, kebahagiaan dari karya-karya itu tidak disimpan Okuda sendiri. Mural-muralnya telah memberi warna berbeda pada banyak kota. Kebahagiaan baru yang bersumber dari kenikmatan menyesap keindahan pun dirasakan warga kota. [FELLYCIA NOVKA KUARANITA]

noted: Kota-kota yang Mencuri Pelangi