Ketika masih berprofesi sebagai petinju dan pengemudi truk, Tadao Ando belum benar-benar mengarahkan tujuan hidupnya. Ia mulai terinspirasi menjadi arsitek setelah melihat bangunan Imperial Hotel karya Frank Llyod Wright di Tokyo, Jepang. Berbekal kursus menggambar, ia belajar menjadi arsitek secara autodidak tanpa mengenyam kuliah arsitektur.

Meski tanpa pendidikan formal, hasil karyanya mengagumkan. Bahkan, pada 1995 Ando diganjar Pritzker Award, penghargaan setara Nobel bagi arsitek. Gaya yang ia tekuni adalah gaya minimalis ala Zen yang berakar pada ajaran Buddhisme khas Jepang. Bangunan-bangunan yang diciptakan Tadao pun terkenal tahan gempa meski ia tak pernah mempelajari teknik sipil.

Salah satu karya Ando yang paling terkenal adalah Church of the Light yang berada di Ibaraki, kota kecil berjarak 25 kilometer dari Osaka. Bangunan ini merangkum filosofi Ando tentang alam dan arsitektur. Bentuk fisiknya juga menciptakan persepsi visual baru dengan model minimalis bermaterial beton.

Bagi Ando, Church of the Light adalah arsitektur dualitas, antara yang padat dan cair, terang dan gelap, yang dingin sekaligus menenangkan. Sebagai gereja modern yang minimalis, Church of the Light menghadirkan kemurnian arsitektur yang ditemukan pada detail-detailnya. Pada dinding betonnya, Ando sengaja merancang celah berbentuk palang, terinspirasi bentuk salib. Kontras dinding yang gelap dan cahaya yang menyusup di antaranya menimbulkan kesan magis.

Lebih dalam, Ando mengungkapkan, persilangan antara yang terang dan gelap ini didasari konsep untuk meningkatkan kesadaran bahwa ada unsur spiritual sekaligus sekuler di dalam diri setiap orang. Gereja yang minimalis ini juga menciptakan ruang yang menyokong kebutuhan untuk bermeditasi.

Bagi Ando, cahaya yang ruang kosong menjadi penting dalam karya-karyanya. Bahkan, cahaya menjadi unsur utama yang menuntun arah perancangan bentuk arsitektur. Ruang-ruangnya pun didesain memberikan privasi, zona untuk diri sendiri di tengah-tengah keriuhan sekitar. Lewat karya-karyanya, Ando pun memberi pemahaman baru tentang ruang dan kesederhanaan. Less is more, yang sederhana kerap memiliki makna lebih dalam. [*/NOV]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 2 Oktober 2014

Foto : DOK ARCHDAILY.COM