Sinar keemasan matahari memulas bangunan-bangunan pastel di pusat kota Ljubljana. Bayangannya yang berkilauan itu rebah di permukaan Ljubljanica, sungai yang mengaliri Ljubljana. Di tepian Ljubljanica, kehidupan pagi merebak. Warga menyusur jalan dan sepeda-sepeda meluncur. Satu-dua orang menyantap sarapan berupa roti dengan olesan madu di kedai kecil. Pedagang menata dagangannya di Vodnik Square. Menjajakan pakaian, sayuran, juga madu.
Wai Yan Lin, seorang pelacong dari Myanmar, pada hari sebelumnya bercerita, ada kastel indah di pucuk bukit. Ia yang kesulitan melafalkan namanya lantas membuka peta dan menunjukkan, Ljubljanskigrad. Kastel ini bisa dicapai lewat Studentovska Ulica, jalan yang dekat dari Vodnik Square.
“Kurasa kau tak akan melewatkannya. Tempat itu mengesankan, dengan batu-batu besar sebagai dindingnya. Ada beberapa museum di sana, termasuk museum boneka dan lebah. Dari sana, kita juga bisa melihat seantero Ljubljana,” katanya.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di Ljubljanskigrad. Hanya sekitar 15 menit ke arah jalan yang menanjak dari Studentovska Ulica. Pelancong Myanmar itu benar, Ljubljana tampak mengagumkan dari atas sini. Kota ini berubah jadi jingga—atap yang berjajar-jajar, dengan biru cakrawala yang memayunginya.
Ucapan selamat datang dari petugas Ljubljanskigrad menjadi pembuka kayanya petualangan di dalam. Petugas itu menjelaskan beberapa hal yang bisa dieksplorasi di dalam kastel. Mei sampai September tahun lalu, mereka biasanya menyelenggarakan pameran Save the Bees. Pameran ini menjadi jendela kecil untuk mengenal budaya pemeliharaan lebah di Slovenia.
Selain pameran temporer itu, Slovenia punya Museum of Apiculture, museum tentang tradisi beternak lebah, yang terletak di Radolca. Negara ini juga menawarkan beragam paket tur yang mengajak orang melihat keseharian para petani lebah dan mencicipi madu yang langsung diambil dari sarang lebah.
Privilese lebah
Adanya pameran bertajuk “Save the Bees” menunjukkan betapa lebah punya “posisi tawar” dalam kehidupan orang-orang Slovenia. Bagian pertama pameran adalah tentang klasifikasi lebah, anatomi lebah madu, siklus kehidupannya, dan perannya dalam eksistensi manusia.
Bagian kedua didedikasikan untuk tradisi merawat lebah di Slovenia, aktivitas ekonominya, dan hasil produksinya yang mencakup madu, lilin lebah, royal jeli, polen, dan propolis.
Tradisi berternak lebah di Slovenia begitu kuat mengakar. Orang-orang sudah sejak dulu merawat lebah madu Carniolan (Apis mellifera carnica), spesies asli dari Slovenia. Ini menjadi semacam kecakapan yang diwariskan turun-temurun, yang sudah diakui di seantero Eropa. Bahkan, ketika pada abad ke-18 Ratu Austria Maria Theresa mendirikan sekolah pemeliharaan lebah di Wina, guru pertama yang mengajar adalah Anton Jansa, seorang praktisi dan perumus teori tentang lebah dari Slovenia.
Saat ini, ada sekitar 9 ribu peternak lebah dari total dua jutaan populasi orang di Slovenia. Negara ini menghasilkan kira-kira dua ribu ton madu per tahun, yang bisa mencukupi kebutuhan domestik. Ketika panen cukup baik, sebagian juga diekspor.
Pada pameran itu, kita bisa mendapati tabung-tabung kaca berisi madu yang berbeda-beda. Jernej Pirnat, pemandu museum, bercerita, Slovenia punya dongeng kuno tentang penciptaan dunia. Pada waktu itu, setiap tempat mendapatkan lanskap tertentu yang kelak akan mencirikan daerahnya. Satu dianugerahi gunung, yang lain laut. Satu mendapatkan padang tak berujung, yang lain hutan-hutan lebat.
Sementara itu, Slovenia menunggu sampai akhir dan mendapatkan semuanya. Keragaman lanskap itu terangkum manis pada cita rasa madunya. Ada madu dari pohon cemara, linden, maple, ceri hutan, atau dandelion.
Di bagian tengah ruangan, ada boks-boks menarik serupa loker. Ditumpuk vertikal, setiap sisi luar boks memiliki lukisan-lukisan yang khas. Itu adalah rumah lebah yang dibuat khusus. Alih-alih menggunakan kayu keras, yang bingkai sarang madunya dikeluarkan dengan menariknya ke atas, rumah lebah ini dibuat dari kayu lunak dengan lubang kecil di sisi depan. Lubang ini menjadi tempat keluar-masuk lebah. Bingkai sarang madu dikeluarkan secara horizontal dari bagian bawah. Menurut para petani lebah, hal ini menurunkan tingkat stres lebah dan meminimalisasi kemungkinan lebah-lebah ini menyengat petani.
Lukisan-lukisan di rumah lebah itu juga menjadi karya seni tersendiri. Orang Slovenia menggambarnya entah dengan adegan dari cerita rakyat, kisah kitab suci, atau cerminan keseharian mereka. Selain itu, rupa rumah yang berbeda-beda ini memudahkan lebah menentukan orientasi pulangnya.
Bagi warga Slovenia, lebah dan serangga penyerbuk lain sangat penting. Salah satunya, karena sekitar sepertiga produksi makanan di seluruh dunia bergantung pada penyerbukan, yang terjadi berkat serangga-serangga ini.
“Dalam bahasa Slovenia, istilah kami untuk kematian hewan adalah poginiti,” kata Jernej. “Kata umreti untuk menyebut kematian hanya kami pakai untuk dua spesies, manusia dan lebah. Lebah punya privilese yang sama dengan manusia,” lanjutnya.
Kecintaan mereka terhadap lebah juga menggugah rakyat Slovenia untuk menginisiasi World Bee Day atau Hari Lebah Dunia. Asosiasi peternak lebah di negara ini membuat petisi untuk PBB agar menjadikan 20 Mei—seperti tanggal lahir Anton Jansa—sebagai Hari Lebah Dunia. Dan, petisi itu dikabulkan. Pada 20 Mei 2018, kita memperingati Hari Lebah Dunia yang pertama.