Mobil-mobil yang keluar dari program mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) jadi pilihan banyak orang yang ingin memiliki mobil dengan harga lebih terjangkau. Apalagi dengan fitur, model yang apik, serta ruang kabin yang lega sehingga bisa memenuhi harapan untuk bisa bergaya dan bepergian bersama keluarga. Namun, meski lebih murah, tetap ada pengeluaran yang menanti di masa depan.

Sejak 2013, didahului dengan terbitnya kebijakan pemerintah, tren mobil LCGC memang menguat. Hal tersebut setidaknya ditandai dengan penjualan mobil di pasar domestik pada kuartal pertama 2017. Sebagaimana dicatat oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), meski mengalami pasang surut, segmen LCGC menduduki posisi kedua sebesar 22,5 persen, di bawah kategori mobil 4×2 yang sebesar 55,6 persen.

Hal tersebut juga boleh jadi tak lepas strategi prinsipal otomotif yang semakin gencar membidik pasar antara lain dengan peluncuran produk atau generasi mobil yang baru. Tak lupa kesempatan uji kendaraan, yang ini menjadi nilai tambah di mata konsumen karena bisa langsung memberikan penilaian sendiri sebelum membeli.

Pos pengeluaran

Meski disebut murah, mobil yang ada dalam “keluarga” LCGC sebagian besar tak lagi bisa menyandang status tersebut. Pasalnya, mobil-mobil tersebut sudah dibanderol di atas Rp 100 juta.

Hal tersebut tentu perlu jadi pertimbangan mereka yang “sensitif” terhadap harga. Belum lagi pos-pos pengeluaran lain yang acap tidak disadari.

Pos pengeluaran yang dimaksud antara lain cicilan, yang pastinya hanya berlaku bagi mereka yang membeli mobil dengan cara kredit. Kondisi ideal untuk membeli mobil secara tunai adalah ketika Anda punya uang yang cukup serta masih memiliki pendapatan tetap dan sejumlah tabungan untuk membiayai hidup sehari-hari.

Pengeluaran selanjutnya adalah asuransi kendaraan serta pajak tahunan, yang jumlahnya tentu berbeda tergantung tiap dan tahun keluaran mobil. Demikian halnya dengan aksesori atau modifikasi, yang harganya bervariasi tergantung “bobot” modifikasi.

Pengeluaran yang juga pasti ada adalah servis. Punya mobil menuntut komitmen jangka panjang dari pemilik untuk melakukan perawatan berkala seperti penggantian pelumas dan komponen-komponen yang sudah aus. Biaya servis tentu tergantung dari seberapa besar bentuk perawatan dan berapa banyak komponen yang harus diganti.

Demikian pula dengan bahan bakar serta biaya lain yang “mengiringi” gaya hidup setelah memiliki mobil. Sebut saja kebiasaan untuk jadi sering bepergian. Punya mobil berarti memungkinkan serta memudahkan Anda bisa pergi lebih jauh bersama keluarga maupun orang dekat, dengan kata lain gaya hidup juga mungkin akan berubah. Hal ini perlu dicermati karena bepergian dengan mobil bukan cuma akan membuang bahan bakar, tetapi ada biaya lain yang mungkin tak disadari.

Misalnya, sebelum punya mobil akhir pekan Anda biasanya diisi dengan kegiatan di rumah atau di lokasi yang dekat dengan rumah. Nah, setelah punya mobil Anda punya kesempatan dan memilih untuk pergi ke mal atau tempat wisata yang jauh. Ini tentu akan menambah pengeluaran untuk bahan bakar, tarif parkir, makan di restoran, dan lain sebagainya. Siap dengan biaya-biaya tersebut? [ASP]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 29 Juli 2017