Tidak mengherankan, banyak orang berkali-kali ditolak saat melamar kerja. Penolakan tersebut acap dimaknai sebagai kegagalan oleh sebagian orang. Mereka menganggap dirinya tidak cukup kompeten dibandingkan orang lain. Kegagalan mendapatkan pekerjaan juga dapat disebabkan faktor tambahan, di antaranya rasa gengsi dan keinginan untuk bekerja di perusahaan papan atas.
Hal itu terungkap dalam webinar Kognisi beberapa waktu lalu bertajuk “Boost Creativity by Learning to Deal with Failure”, menampilkan Doni Priliandi selaku Chief Empathy Officer (CEO) Happy5.co. Di hadapan hampir 200 peserta, Doni menyampaikan kisahnya yang ingin diterima perusahaan yang dipandang keren karena pengaruh gengsi dan lingkungan. Dalam perjalanannya, ia malah mendapatkan pelajaran yang berharga dan mengarahkannya ke jalur yang lebih sesuai dengan minat dan tujuan hidupnya.
“I guess we need to reframe the failure itself. Kalau kita gagal masuk perusahaan-perusahaan keren, seperti udah akhir dari dunia, seperti hidup kita gagal. Karena saat ini kita (masih) mendefinisikan kalau enggak masuk perusahaan yang paling keren, kita merasa diri gagal, dan akhirnya mengecap diri sebagai failure,” jelas Doni.
Reframing failure dan kenali diri
Dalam pemaparannya, Doni menegaskan, belum berhasil masuk perusahaan yang dianggap papan atas atau keren bukanlah kegagalan, melainkan proses untuk mengenali diri lebih baik. Oleh karena itu, perlu untuk memandang sebuah kegagalan dari sisi yang lain, karena semua orang memiliki kekuatan (strength), minat (passion), dan tujuan (purpose) yang berbeda.
“Waktu kita gagal ataupun belum menemukan kekuatan (strength), minat (passion), dan tujuan (purpose), kita akan meniru career path orang lain. Tapi, tidak semua orang dilahirkan untuk menjadi management trainee (MT) di sebuah bank, di perusahaan FMCG, atau di perusahaan keren lainnya. Once we know more about ourselves, kita jadi lebih punya kejelasan (clarity) tentang arah hidup kita mau ke mana,” paparnya.
Doni kemudian menjelaskan formula yang dapat membantu menemukan pekerjaan yang sesuai. Menurut Doni, tujuan (purpose) adalah campuran dari kekuatan (strength) yang bertemu dengan kebutuhan pasar. Mengingat kebutuhan pasar sangat beragam, diperlukan juga minat (passion) untuk membantu menentukan dalam bidang apa diri kita paling cocok.
Sebagai contoh, Doni kembali menceritakan kisahnya ketika sempat bekerja di sebuah perusahaan konsultan asal Amerika Serikat yang cukup bergengsi. Namun, karena tidak adanya minat (passion) di bidang tersebut, ia tetap merasa pekerjaannya kurang cocok. Penting untuk merefleksikan diri, apakah gengsi dan terlihat keren saja dapat memenuhi tujuan hidup (purpose) atau tidak.
Berhenti berkompetisi dengan orang lain
Pekerjaan yang kurang cocok dengan kekuatan (strength) dan minat (passion) pada akhirnya akan membuat individu tidak nyaman menjalaninya. Lalu, bagaimana solusinya?
“Caranya cuma satu, yaitu experiment. Cobain langsung. Kekuatan (strength) dan minat (passion) itu hanya diri kita sendiri yang dapat mengecek. Seperti misalnya jika kita melakukan sesuatu yang kita sangat sukai, memikirkannya siang dan malam, dapat mencari solusi dari masalah yang dihadapi, jika kita kerjakan rasanya waktu berlalu sangat cepat, dan actually you create something yang meaningful,” jelas Doni.
Sebagai penutup, Doni juga kembali menekankan untuk tidak membandingkan career path kita dengan orang lain, karena semua orang memiliki kekuatan yang berbeda.
“Kita punya pertandingan yang berbeda, kita hanya bisa berkompetisi dengan diri sendiri, bukan orang lain. Sukses untuk orang lain, belum tentu sukses untuk diri kita,” pungkasnya.
Kognisi adalah produk turunan Growth Center, yang merupakan platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogi Friends! Stay safe, healthy, and sane!
Penulis: Aurina Indah Tiara, Editor: Sulyana Andikko.