Di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, langit tampak mendung. Doni dan Iko  berkumpul di teras rumah Bayu.

“Mendung gini enak kalau bakar singkong, ya,” ujar Bayu.

Iko dan Doni mengangguk setuju.

“Aku ada ide!” ujar Bayu lagi. “Di kebun Pak Mat, pohon singkongnya banyak dan sudah besar-besar. Pas buat dipanen,” lanjut Bayu sambil berbisik.

“Maksudmu kita mau mencuri singkongnya Pak Mat?” tanya Doni kaget.

“Ssst!” Bayu melotot. “Kita tidak mengambil banyak, kok.”

Doni ragu, tetapi ia tidak mau dianggap penakut oleh Iko dan Bayu.

Ketiga anak laki-laki itu menyusuri kebun dan mencabut pohon singkong bersama-sama. Ternyata tidak mudah! Butuh beberapa kali tarikan kuat sampai akhirnya pohon singkong roboh.

“Yah, umbinya kecil-kecil! Coba pohon yang lain.” Bayu memberi perintah.

Mereka menarik beberapa pohon singkong lagi. Saat akhirnya mendapatkan umbi yang besar, Doni menatap sekeliling dan terbelalak. Kebun Pak Mat berantakan.

“Lihat kekacauan yang kita buat!” ucap Doni panik.

“Cepat pulang, nanti Pak Mat keburu datang!” seru Bayu sambil mengumpulkan umbi singkong yang berhasil mereka cabut.

Ketiga anak laki-laki itu membakar singkong di belakang rumah Bayu. Mereka menyantapnya dengan lahap, kecuali Doni yang tampak murung. Ia merasa sangat bersalah. Apalagi kebun Pak Mat mereka tinggalkan dalam keadaan kacau balau.

Setelah pulang ke rumah dan mandi serta ganti baju, Doni melihat Pak Mat lewat lalu mengobrol dengan ayah. Lalu, ayah masuk ke rumah dan menceritakan pada ibu tentang kebun Pak Mat yang diobrak-abrik orang. “Kasihan Pak Mat, padahal ia sudah susah payah merawat kebun itu,” ucap ayah.

Doni semakin merasa bersalah. Malamnya, ia kesulitan memejamkan mata karena terus terbayang wajah Pak Mat.

Esoknya, Doni tak tahan lagi. Ia menemui Iko dan Bayu, mengajak mereka untuk mengaku serta meminta maaf pada Pak Mat.

“Kalau kalian tak mau, biar aku sendiri saja yang pergi,” ucap Doni. Perasaan bersalah membuatnya jadi berani.

Iko dan Bayu mengikuti Doni. Mereka bertiga menemui Pak Mat dan menceritakan ulah mereka kemarin. Pak Mat tersenyum, lalu menepuk pundak ketiga anak laki-laki itu.

“Terima kasih kalian sudah jujur,” kata Pak Mat.

Pak Mat mengajak Doni, Iko, dan Bayu ke kebunnya. Di sana, mereka bertiga merapikan kekacauan yang mereka buat. Mereka juga membantu Pak Mat menanam pohon singkong yang baru. Setelah itu, Pak Mat mencabut beberapa umbi.

“Ayo, kita bakar singkong sama-sama,” ajak Pak Mat. Doni, Iko, serta Bayu lega. Ternyata, kejujuran memang lebih indah daripada kebohongan. *

 

logo baru nusantara bertutur

Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Tiana Yuthi
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita