Persaingan pasar ponsel pintar tak melulu soal perangkat keras, tapi juga perangkat lunaknya. Sistem operasi pun menjadi fokus. Salah satunya, asisten digital.
Kita semakin familier dengan iklan yang sesekali diputar di televisi tentang promosi Google tentang fitur terbarunya, Google Assistant. Anda cukup berucap untuk mencari sebuah informasi. Tak perlu mengetik.
Ternyata, asisten digital ini tak hanya dimiliki oleh Google. Apple memiliki Siri, Microsoft menciptakan Cortana, Amazon mengembangkan Alexa, dan Samsung berinovasi dengan Bixby.
Saat ini, kebutuhan asisten personal digital sebatas digunakan untuk mencari dan menampilkan informasi, hiburan, serta tugas tertentu yang spesifik, misalnya melakukan panggilan telepon atau mengaktifkan aplikasi di dalam perangkat. Namun, asisten personal digital terus dikembangkan untuk kebutuhan yang lebih banyak lagi, misalnya terintegrasi dengan internet of things (IoT).
Mungkin fitur ini sudah beberapa kali diuji coba untuk hal sederhana, misalnya menyala-matikan lampu. Namun, para pengamat teknologi percaya fitur ini bisa dikembangkan lebih jauh untuk memudahkan kebutuhan manusia.
Misalnya, kita tak perlu lagi berselancar di toko daring hanya untuk mencari barang yang dibutuhkan. Dengan asisten digital ini, Anda bisa saja tinggal memberikan perintah secara spesifik, kemudian proses pencarian akan diberikan, selanjutnya tinggal pilih beli dan semuanya diatur oleh asisten digital untuk pembayaran dan lainnya.
Awalnya dari militer
Asisten digital ini sebenarnya lebih dikenal sebagai intelligent virtual assistant (IVA) yang berawal dari pengembangan untuk produk militer Amerika Serikat oleh agen pemerintah Amerika Serikat bernama DARPA pada 2003. Pengembangan ini menghasilkan Cognitive Assistant that Learns and Organizes (CALO)
CALO dibuat seiring dengan semakin seriusnya pemerintah AS untuk mengembangkan kecerdasan buatan. DARPA sendiri dibuat untuk membantu pemimpin militer mengolah data yang jumlahnya luar biasa banyak, yang pengembangannya menggandeng badan penelitian nirlaba bernama SRI International dan melibatkan sampai 500 orang peneliti. SRI International pun akhirnya menjadi Siri yang kemudian diambil alih Apple di kemudian hari.
Kini, IVA semakin pintar seiring dengan majunya pengetahuan dan teknologi. Google Assistant, misalnya. Dengan sapaan “Ok Google”, fitur ini sudah siap digunakan. Dia tidak lagi mengenali hanya bahasa Inggris, tetapi sudah beragam bahasa. Hebatnya, dia bisa menangkap bahasa dengan pelafalan yang tak terlalu bagus sekalipun, dia mampu menangkap dan hampir selalu bisa memberikan jawaban yang sesuai. Google Now pun kini sudah berada dalam bentuk Google Home.
Contoh lainnya yang mengundang perhatian adalah Bixby dari Samsung. Kendati baru diintegrasikan di produknya yang teranyar Galaxy S8, Samsung sudah percaya diri akan kemampuan Bixby. Ini merupakan pengembangan dari S Voice terdahulu. Bixby terdiri atas Bixby Voice, Bixby Vision, dan Bixby Home. Sayangnya, Bixby baru mendukung dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Korea. [VTO]
Foto dokumen Shutterstock.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 9 Juni 2017