Tak terbayangkan sebelumnya, sebilah papan luncur yang rusak dan patah dapat bertransformasi menjadi bingkai kacamata berbalut desain penuh gaya.

Namun, berkat ide dan kolaborasi kreatif dua anak muda pendiri Kabau, Reynanto Akhmad Aditya (32) dan Bonny Andrew (31), semuanya dapat tercipta.

Ditto dan Andro, panggilan akrab keduanya, adalah dua sahabat saat studi di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti Jakarta angkatan 2004.

Ditto mengambil jurusan Desain Grafis, sementara Andro jurusan Desain Produk. Gagasan timbul berawal dari hobi Ditto dan teman-temannya bermain skateboard.

“Awalnya kami suka lihat di skatepark, banyak papan patah yang dibuang begitu saja. Dari situ kami tertarik karena motif dan warnanya yang khas. Berhubung punya basic desain dan keinginan punya barang unik, kami mulai riset terlebih dulu. Nah, setelah itu tebersit ide membuat kacamata seru dan fungsional. Bisa dipakai untuk membaca maupun jalan-jalan,” tutur Andro.

Riset pun dimulai pada akhir 2011. Ditto dan Andro memerlukan waktu 2,5 tahun untuk melakukan proses trial and error, hingga akhirnya bisa mendapatkan bentukan kacamata yang pas.

Nama Kabau juga tercipta dari hal sederhana. Kebetulan keduanya merupakan laki-laki keturunan Padang. Kabau sendiri merupakan singkatan dari Minangkabau yang merujuk pada entitas kultural dan geografis tempat mereka berasal.

Ditto menerangkan, bagi anak-anak skaters, kacamata termasuk pendukung gaya. Oleh karena itu, awalnya Kabau dipasarkan di komunitas skaters. Untuk memasarkan produknya, Kabau aktif berpartisipasi di pameran-pameran kreatif, berlanjut di media sosial.

Setelah mendapat animo positif dan permintaan meningkat, Kabau pun merambah segmentasi lebih luas. Selain bermain di pasar lokal, Kabau juga berekspansi ke mancanegara, antara lain Amerika, Swiss, dan Australia.

“Handmade”

Dari awal hingga saat ini, kedua pendiri Kabau itu masih menjadi perajin yang mengerjakan sendiri setiap pesanan kacamata.

Umumnya proses pengerjaan membutuhkan waktu sekitar tiga hari. Mereka baru “melemparkan” tugas ke rekanannya untuk urusan memasang lensa kacamata.

Kabau Artshades
Sepanjang menggeluti pembuatan kacamata kayu, yang kerap kali menantang adalah meminimalisasi kesalahan, yang bisa menghabiskan bahan baku. Maklum, Kabau dibuat secara handmade, berbeda dengan proses pembuatan kacamata memakai mesin CNC.

Dalam pengerjaannya, tahap terpenting adalah coating. Andro menjelaskan, ”Coating bukan sekadar furnish agar mengkilap atau doff. Tapi coating ini namanya sanding untuk menutupi pori-pori kayu, agar awet saat dipakai.”

Mayoritas pemesan Kabau adalah anak muda laki-laki dalam kisaran usia 25-38 tahun. Mereka lebih suka memesan jenis manasuka (customize) untuk bingkai kacamata baca. Sedangkan bagi perempuan, biasanya cenderung memilih kacamata surya (sunglasses) dalam motif warna-warni.

Ide liar

Hingga kini, yang menjadi nilai lebih Kabau adalah keberanian pembuatnya bereksperimen mewujudkan ide-ide liar ke dalam bentuk pesanan kacamata.

Kabau Artshades, koleksi kacamata dengan bahan papan skateboard
“Biasanya kami memiliki ide-ide liar soal bentuk. Inovasinya adalah memakai ornamen tambahan, yang kerap kali di-request klien. Misalnya sisa potongan kayu, serbuk-serbuk kayu, kulit, potongan bahan bekas celana jeans, atau potongan kain batik. Bahkan ada yang memesan kacamata bentuk kotak-bulat, kami ternyata berhasil mewujudkannya,” —Andro.

Menurut Ditto, nilai lebih Kabau terletak pula dari pemberian servis yang lengkap, seperti layaknya memperlakukan klien desain. Seperti sesi konsultasi, mereka bisa menyarankan terlebih dulu bentuk kacamata mana yang cocok dengan wajah klien.

Ada pula layanan after sales, untuk perbaikan bingkai kacamata, jika ada bagian patah atau layer terbuka bukan dari kesalahan penggunaan customer.

Kabau Artshades, papan skateboard yang telah rusak dikumpulkan
Menariknya lagi, salah satu cara mendapatkan papan skateboard bekas sebagai bahan baku utama kacamata Kabau, adalah dengan menginisiasi gerakan yang mengajak para skaters untuk menyumbangkan lima papan bekas.

“Gerakan ini didasari karena kami berpikir kok cari papan itu harus minta dan nyari terus, seperti tidak ada nilai. Untuk itu, sejak 2013 kami membuat movement bagi yang menyumbangkan lima papan bekas skateboard, akan dibarter dengan karya kami secara gratis, yaitu kacamata dan tambahan aksesori. Tujuannya agar saling menghargai dan terjalin komunikasi,” ucap Ditto.

Nah, jika kondisi papan skateboard masih cukup apik, selain dipakai sebagai bahan kacamata, sisanya dimanfaatkan Ditto dan Andro menjadi produk-produk home decor seperti tempat lampu, tatakan gelas, maupun aksesori seperti kalung dan cincin. Skate Craft adalah nama yang disematkan untuk rangkaian produk-produk tersebut.

Kini, dengan apa yang dituai dari jerih payahnya, Andro dan Ditto tetap berupaya mendukung karya para perajin muda lainnya.

Di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur, tempat workshop Kabau berada, mereka melibatkan anak-anak muda untuk berkreasi sekaligus yang membutuhkan alat untuk berkarya. Tak ketinggalan, keduanya juga aktif dalam grup whatsapp Indonesia Crafter, sebagai media saling berbagi ilmu. [AJG]

Pendiri Kabau, Reynanto Akhmad Aditya dan Bonny Andrew
“Di dunia kreatif, kami ingin saling support. Di sisi lain, untuk menjalani sesuatu karya yang disenangi, kita harus fokus. Jangan mudah menyerah dan harus berani, serta tidak malu untuk bertanya,” —Andro.