Coba perhatikan si kecil saat bermain dengan teman-temannya. Apakah ia cenderung mengatur dan mengoordinasi teman-temannya? Lebih senang mengalah dan melerai jika ada temannya yang sedang bertengkar? Atau cenderung pendiam dan memilih bermain sendiri?
Meski terlihat sepele, cara si kecil bermain bisa menjadi salah satu cara menilik sifat dan karakter, sekaligus menengarai jiwa kepemimpinannya. Memiliki jiwa kepemimpinan yang baik merupakan salah satu atribut karakter yang diamini sebagai salah satu modal utama untuk mencapai kesuksesan kelak. Karakter ini tidak muncul dalam waktu singkat, melainkan proses pembelajaran seumur hidup, yang dimulai sedari si kecil mulai belajar berinteraksi dalam lingkup sosialnya.
Ada banyak aspek menyangkut jiwa kepemimpinan yang baik, di antaranya kemampuan berkomunikasi, memberi solusi, mengorganisasi, dan berpikir kreatif. Terkesan muluk? Tidak, karena prinsip-prinsip tersebut sesungguhnya bisa ditemui dalam proses sosialisasi dengan lingkungan sekitar sehari-hari. Orangtua, guru, dan anggota keluarga lainnya turut berperan dalam pengembangan kualitas diri ini.
Pelajaran pertama tentu diserap dari lingkungan dalam keluarga. Pada tahap selanjutnya, lingkungan sekolah akan bersifat saling melengkapi dengan kehidupan dalam keluarga. Guru pun punya peranan tak kalah besar dalam proses membangun sifat kepemimpinan dalam jiwa anak.
Pada dasarnya setiap anak memiliki potensi untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan. Hanya, seringkali tanpa disadari, orang-orang dewasa di sekitarnya yang secara tidak langsung menghambat matangnya jiwa kepemimpinan sang buah hati.
Satu hal yang perlu diingat, dalam tahap perkembangan awal, anak adalah imitator ulung orangtuanya. Berbagai perilaku dan nilai yang dianut orangtua secara langsung maupun tidak akan diserap anak dan terinternalisasi dalam dirinya. Memberi contoh nyata menjadi cara termudah memberi arahan pada anak. “Walk the talk,” demikian ujaran yang sering terdengar. [ADT]
foto: shutterstock