Libur sekolah ini, ayah mengajakku berwisata ke Kepulauan Seribu, Jakarta. Tujuan kami pertama adalah Pulau Bidadari, yang terletak sekitar 15 kilometer dari Ancol, Jakarta.
Setelah 25 menit perjalanan laut menggunakan speedboat, akhirnya kami sampai di Pulau Bidadari. Hal pertama yang menyambut kami adalah sebuah patung bidadari besar dan beberapa meriam tua.
Di pulau ini, sejurus mata memandang tampak hamparan pasir putih dan perairan jernih yang memanjakan mata. Aku sungguh tidak menduga ada tempat seindah ini di dekat Ibu Kota.
Selepas Pulau Bidadari, ayah mengajakku mengunjungi tiga pulau bersejarah di dekat Pulau Bidadari, yaitu Pulau Kelor, Pulau Onrust, dan Pulau Cipir.
“Itu namanya Benteng Martello,” jelas Ayah menjawab rasa penasaranku sesaat kami tiba di Pulau Kelor. “Benteng itu sudah berdiri sejak tahun 1805, lho!”
“Wah…. Sebuah benteng. Tapi, kenapa hanya ada sisa reruntuhannya saja, Ayah?” mataku menelusuri runtuhan bangunan berbentuk bundar dengan susunan tembok batu bata.
“Sebelumnya, benteng pertahanan Belanda ini dibangun dalam tiga lapisan dinding kokoh. Namun, benteng ini rusak akibat letusan Gunung Krakatau tahun 1883 serta gempa di Jakarta tahun 1966,” jelas Ayah.
Kami lalu melanjutkan perjalanan ke Pulau Cipir.
“Pulau Cipir ini meninggalkan sejarah panjang peninggalan Belanda. Dian tahu tidak? Pulau ini juga dinamakan Pulau Sakit?”
“Pulau Sakit?” ujarku heran.
“Iya. Pada abad ke-17 di pulau ini pernah dibangun rumah sakit untuk para penderita penyakit menular,” jelas Ayah. “Pada perkembangannya, pulau ini dijadikan tempat pengasingan orang-orang yang dianggap memberontak pada Belanda.” Nuansa peninggalan Belanda berupa reruntuhan bangunan dan makam meninggalkan kesan seram di pulau ini, tapi membuat penasaran.
Kami lalu melanjutkan perjalanan ke Pulau Onrust. Kata ayah, Pulau Onrust artinya pulau yang tidak pernah beristirahat. Di sini, terdapat sisa-sisa bangunan peninggalan yang membawa suasana ke masa silam.
Sungguh menyenangkan berwisata menikmati pemandangan indah dan unik di Kepulauan Seribu, sekaligus bisa menambah pengetahuan dan wawasan sejarahku, gumamku dalam hati.
Penulis: Cempaka Noviwijayanti
Pendongeng: Kang Acep (yt: acep_yonny)
Ilustrasi: Regina Primalita