Deru mesin pesawat terbang terdengar sayup-sayup. Bersiap lepas landas, membelah Danau Sentani yang mengundang takjub. Bukit-bukit hijau berbaris, cakrawala membentang. Kesejukan pun tak terkatup. Barangkali inilah yang dirasakan Jenderal AS Douglas Mac Arthur pada musim panas 71 tahun silam. Menikmati ketenangan sembari memikirkan strategi melawan tentara Jepang dari atas Hollandia, tanah yang kini dikenal dengan nama Jayapura.

MacArthur merupakan sosok yang berpengaruh bagi sejarah Papua dan dunia. Ia membawa kemenangan AS dan Sekutu atas Perang Dunia II. Pada 1942, sang jenderal mundur dari Filipina karena didesak tentara Jepang setelah pangkalan militer AS di Filipina dibom oleh Jepang. Kejadian ini berlangsung hanya beberapa waktu setelah Pearl Harbour diluluhlantakkan Jepang.

I shall return. Tiga kata pamungkas milik MacArthur kala itu yang akhirnya terbukti dengan menerapkan Strategi Lompat Katak (Leapfrog Strategy). Ia berhasil mengusir seluruh tentara Jepang dari Papua dalam waktu 2 tahun. MacArthur pun berencana merebut Papua agar Filipina bisa kembali direbut dari Jepang. Rencana berhasil. Tentara Sekutu mendarat di New Guinea (Papua) dan menguasai Hollandia. Sebuah kompleks markas besar berdiri di Ifar Gunung, Sentani. Tugu MacArthur yang berhadapan dengan Bukit MacArthur adalah saksi bisunya.

Segala informasi mengenai MacArthur tersimpan di Ruang Informasi yang tak jauh dari lokasi tugu. Mulai dari foto sang jenderal, pendaratan Sekutu, hingga gambaran Strategi Lompat Katak yang menyasar Hollandia, Morotai, Mindanao, Leyte, Luzon, Formosa, Okinawa, dan masuk ke daratan Jepang. Meski berbentuk ruangan sederhana, museum mini ini memperlihatkan informasi yang cukup membantu pengunjung untuk lebih mengenal sejarah.

“Kantor markas besar sudah digantikan dengan tugu, sesuai dengan tulisan yang ada di Tugu MacArthur,” ujar Hans Yambeyabdi selaku penjaga. Menurut Hans, pembangunan Kota Sentani juga tak lepas dari tangan MacArthur.

Beruntung, koran ini bisa bertemu dengan Hans yang sedang menjaga Ruang Informasi pada Rabu (26/8). Ia merupakan pegawai Pemerintah Provinsi Papua yang ditugaskan untuk menjaga dan merawat Situs Tugu MacArthur. “Museum ini dibuka mulai pukul 08.00 hingga 18.30 WIT. Namun, kalau saya tidak ada, tamu tidak bisa masuk ke dalam. Cukup berjalan-jalan di sekitar bukit,” ungkapnya sembari tersenyum.

Pengunjung museum mini ini berasal dari wisatawan domestik maupun mancanegara. Para siswa sekolah pun kerap berkunjung dalam rangka study tour. Titik tugu yang awalnya berguna untuk mengintai pesawat-pesawat Jepang di Sentani beralih menjadi tempat rekreasi. Jelang pukul 16.00 WIT, suasana semakin ramai. Pengunjung bersiap menyapa senja yang melengkapi kecantikan Danau Sentani, landasan pacu Bandara Sentani, dan lanskap kota.

Akses

Tugu MacArthur berada di dalam lingkungan Resimen Induk Kodam (Rindam) XVII/Cenderawasih Sentani. Sepanjang perjalanan, terpapar panorama bukit-bukit di Pegunungan Cyclopps. Meski rute terus menanjak, pengunjung tak perlu khawatir karena jalan telah diaspal sehingga mobil dapat melintas dengan mulus.
Hingga akhirnya, Pos Proovost Rindam XVII/Cenderawasih terlihat. Mobil pun berhenti sejenak. Pengunjung memang wajib melapor kepada petugas pos penjagaan dan meninggalkan KTP. Dengan ramah, petugas menyarankan agar kaca mobil dibiarkan terbuka selama berada di kawasan militer ini. Mengikuti arahan dari papan petunjuk, pengunjung dapat terus menuju ketinggian 325 meter di atas permukaan laut, titik lokasi Tugu MacArthur.

Menjejakkan kaki di Jayapura terasa begitu mengesankan. Di balik keelokan panorama, tersimpan jejak-jejak peninggalan sejarah yang masih tersimpan. Saksi bisu kisah lampau yang terus bertahan sebagai penguji ingatan. [CECILIA GANDES PW]

noted: Jejak Histori di Atas Sentani