Menjamurnya berbagai minuman asing di Indonesia membuat Danu Sofwan (27) risau. Berangkat dari kesukaannya untuk jajan kuliner, Danu pun memutuskan untuk membawa salah satu minuman lokal Indonesia, yakni cendol bersaing dengan minuman-minuman asing tersebut.
Sedari muda, Danu memang sudah memiliki jiwa wirausaha. Misalnya, saat orang-orang berbondong-bondong membeli gelang Power Balance beberapa tahun lalu, Danu malah berpikir bagaimana cara dia bisa menjadi penjualnya. Jiwa inilah yang membawa Danu menjajal berbagai bisnis, termasuk bisnis fashion. Namun, Danu akhirnya menemukan kesuksesannya di industri waralaba kuliner cendol yang dinamakan Radja Cendol atau lebih dikenal Randol.
Dalam waktu 5 bulan, gerainya sudah mencapai lebih dari 66 buah yang tersebar di Jakarta dan luar Jakarta. Pilihannya untuk memasarkan cendol muncul karena kerisauannya akan minuman asing yang terus menggeser pangsa pasar minuman lokal.
“Berangkat dari hobi jajan saya, termasuk jajan bubble tea, ada pemikiran tersendiri. Kenapa minuman asing ini bisa digemari bahkan orang sampai rela antre? Dari situ, saya coba cari peluang minuman khas Indonesia apa yang cukup digemari dan ketemu cendol,” ujar pria yang juga pemain musik ini.
Keyakinannya untuk membuat bisnis waralaba cendol semakin kuat setelah menemukan artikel bahwa cendol termasuk ke dalam urutan 50 minuman terenak di dunia versi situs web berita CNN Travel. “Mendirikan bisnis waralaba ini juga karena ditantang oleh teman-teman yang sudah berbisnis waralaba, tetapi sebagai pembeli lisensi waralabanya. Karena, saya selalu mengajukan pertanyaan, “Kenapa bukan lo saja yang jadi master franchise-nya?” ucapnya.
Untuk mendirikan usahanya ini, Danu bersama dua orang temannya melakukan observasi yang panjang. Mulai dari berjalan-jalan ke beberapa daerah untuk belajar dan mengetahui cara pembuatan cendol, hingga mencicipi beragam susu untuk campuran cendolnya. Danu pun secara autodidak belajar mengenai bisnis waralaba.
“Saya memang dari awal ingin mengganti santan dengan susu. Selain lebih sehat, susu juga menjadi tren masa kini di campuran minuman-minuman asing. Selama tiga hari, kita sampai mabuk susu karena mencoba hingga 15 merek susu yang cocok untuk disatukan dengan cendol dan topping-nya,” ujar Danu.
Setelah segala proses dilalui, akhirnya dengan modal sekitar Rp 13 juta, Danu mendirikan gerai pertamanya di Pondok Kelapa, Bekasi. Tak dinyana, ternyata respons pasar cukup bagus. Antrean pun cukup banyak. Hal ini membuat Danu percaya diri. Dia lalu mengunggah foto-fotonya di media sosial sembari memberikan penawaran peluang bisnis baru.
Waralaba Randol pun dipatok cukup terjangkau, yaitu Rp 6 juta untuk indoor dan Rp 8 juta untuk outdoor. Selain itu, Randol tidak memberlakukan franchise fee atau success fee. Randol menarik keuntungan dari pembelian berulang bahan bakunya. Danu mengaku, pihaknya juga tidak menarik keuntungan yang besar untuk setiap pembelian bahan baku.
“Setelah pembukaan, langsung di esok harinya sudah ada dua orang yang tertarik untuk membeli waralabanya. Saya sangat senang, apalagi kini jumlah para panglima (panggilan untuk pembeli waralaba Randol) terus bertambah,” ucapnya.
Pemasaran Randol pun lebih banyak terfokus pada sosial media. Danu memiliki tim sendiri untuk mengurus sosial media. Beberapa kali, Randol mengadakan aktivitas untuk meningkatkan brand awareness-nya, salah satunya melalui selfie contest with Randol. Selain itu, usaha Danu untuk meningkatkan Randol adalah memberikan keunikan pada penamaan menu. Sebut saja Kejendol (keju cendol) atau Sundol Bolong (Tiramisu Cendol).
Randol juga secara rutin berkeliling untuk berinteraksi dengan terwaralabanya. Beberapa kali, sesi sharing rutin diadakan. Sharing ini digunakan untuk mempertemukan pemilik waralaba yang jualannya tak begitu bagus dengan pemilik waralaba yang penjualannya bagus. Rata-rata, omzet penjualan Randol di setiap gerai mencapai Rp 2-3 juta per hari.
Randol juga ternyata diterima di kalangan menengah atas. Danu pernah mengikutsertakan Randol di sebuah pameran di Grand Indonesia. Ternyata, Randol habis diserbu. “Biasanya di festival atau pameran lain paling hanya Rp 5-8 juta, tetapi di situ sampai Rp 15 juta sehari. Ini berarti cendol memiliki kelas yang luas peminatnya,” ujarnya.
Randol pun bersiap untuk “menjajah” Malaysia. Danu tengah merampungkan kerja sama dengan warga negara Malaysia yang berminat untuk membeli lisensi waralaba Randol. Diharapkan, tahun depan sudah bisa jalan. Rencananya, dia akan membuka dapur di sana untuk menyiasati peraturan pengiriman barang yang menurut Danu cukup merepotkan.
“Dari situ, saya ingin balik “menjajah”mereka dan menjadikan Randol dengan cendol sebagai menu utama sebagai gaya hidup baru untuk semua kalangan” ujarnya. [VTO]
noted: inovasi menaikkan kasta minuman cendol