Nanti kalau punya pacar, tidak usah ribet buat kriteria perempuan. Kalau Ben baik, pasti yang datang juga yang baik. Kalau Ben mau dapat pacar yang pintar memasak, Ben harus pintar memasak lebih dulu. Jangan minta orang lain terlebih dulu melakukan sesuatu untuk kita.

Buku berukuran A6 itu sekilas tampak biasa bagi orang lain, tetapi tidak bagi seorang Linda Samosir (40). Lembaran demi lembaran di dalamnya tertuang kisah perjalanan monumental, tentang menjadi ibu dan tentang seorang anak.

“Saya memulai jurnal ini sejak masa kehamilan. Mengumpulkan quote buat Ben, menceritakan milestone Ben, tetapi juga menjadi momen reflektif dari perasaan Mamanya saat sedang menghadapi suatu peristiwa,” terang Linda.

Bagi Linda, menulis catatan harian telah menjadi bagian rutinitas dalam hidupnya sejak remaja. Menulis menjadi sebentuk terapi. “Saya tahu, saya tentu bukan orangtua yang sempurna. Dengan menulis jurnal ini, saya jadi ikut belajar dan berharap bisa menjadi pelajaran untuk Ben.”

Ketika sedang merasa jengkel akan suatu hal, misalnya, perasaan itu tertuang ke berbagai petuah bijak yang bisa menjadi bekal bagi Ben kelak. “Ben, belajar bahasa dan bertutur kata yang baik, ya. Nanti Mama ajarkan. Kalau bicara baik, nanti akan dapat lingkungan yang baik pula. Nasihat-nasihat semacam ini yang saya tuliskan. Mungkin nanti saya akan kasih ke dia setelah SMA, karena menurut saya SMA sudah masuk tahapan menuju dewasa. Nanti, saat dia remaja, pas lagi masa labil, dia mau membacanya. Dari sini dia akan tahu bahwa dia disayangi dan dia dipersiapkan,” tambah Linda.

Darasan doa, harapan, dan berbagai peristiwa penting yang mengiringi perjalanan Ben yang kini menginjak usia 6 bulan direkam melalui kata dan gambar. Linda, yang juga seorang desainer grafis, tak jarang menampilkan gambar-gambar yang menggelitik, kadang juga menimbulkan haru.

Hal serupa juga dilakukan oleh Clefiena yang membuat catatan khusus untuk kedua anaknya yang kini berusia 5 tahun dan 23 bulan. Selain menuliskan milestone penting, berbagai hal detail perkembangan anak juga direkamnya.

“Pada dasarnya saya senang mengamati. Dalam catatan, saya juga menceritakan kesukaan, minat, dan sifat anak. Keterangan-keterangan ini menjadi panduan bagi saya untuk homeschooling dan cara dealing dengan mereka,” terang ibu yang juga dikenal sebagai penulis buku anak ini.

Setiap anak, tambahnya lagi, tentu punya pribadi yang berbeda. Saat memberi larangan, misalnya. Yang satu bisa langsung menurut, satu lagi membutuhkan penjelasan yang lebih panjang dan waktu yang lebih lama agar menurut.

Menuliskan catatan harian juga menjadi cara untuk mengarahkan proses belajar dan minat si kecil. Dari hasil pengamatannya, ia pun tahu bahwa anaknya yang pertama punya minat yang tinggi pada pesawat sejak usia 4 tahun.

“Saya lalu arahkan minatnya itu. Membuat sketsa, lalu dibentuk dengan kertas, lalu belajar cara bikin mekaniknya. Sekarang usia 5 tahun, dia sudah bisa membuat simulasi mesin pesawat sendiri. Sementara si kecil, sedang menunjukkan minat tinggi dengan balon udara. Sekarang dia sudah bisa memompa balon pakai mesin pompa,” terangnya.

Menyelami kehidupan 

Bagi Maria (36), membaca kembali catatan harian sang ibu tentang setiap jejak dalam kehidupannya pun meninggalkan bekas mendalam. Buku harian itu diberikan ibunya sesaat setelah ia menikah.

Berbagai peristiwa, yang diingat maupun tak diingat Maria, tertuang di dalamnya hingga cerita berakhir di hari pernikahannya. Tidak bosannya Maria membolak-balik lembaran demi lembaran usang yang kadang terasa menceritakan hal remeh-temeh tapi justru membuatnya terbahak.

“Saya tidak menyangka, Ibu akan menceritakan kisah saya dan kakak menonton konser New Kids on The Block yang datang ke Jakarta pertama kali. Itu memang peristiwa penting buat saya yang waktu itu masih 11 tahun. Di buku harian saya sendiri, saya menceritakan soal konser itu hingga berlembar-lembar,” ujarnya tergelak.

Terinspirasi dari sang ibu, yang juga meneruskan tradisi dari ayah kandungnya, Aditya pun membuat jurnal harian untuk anaknya sejak masa kehamilan. “Kalau di catatan harian ibu saya isinya lebih banyak doa dan sangat terasa betapa cool-nya dia karena tidak cengeng. Sementara di dalam jurnal untuk anak saya, selain doa, bisa langsung terasa emotional journey yang saya rasakan saat hamil hingga kini anak saya sudah 2 tahun lebih. Iya, saya memang lebih cengeng orangnya,” tambah Maria lagi sambil terkekeh.

Rentetan nasihat, kisah, hingga perjalanan menjadi ibu yang kadang mengharu biru menghiasi lembaran buku. Menjadi ibu bagi setiap perempuan membawa kisah tersendiri. Masing-masing punya caranya sendiri pula dalam menghadapi setiap tahapan kebingungan, kekhawatiran, keresahan, juga kebahagiaan, kebanggaan, dan rasa jatuh cinta mendalam yang sulit untuk diutarakan pada sosok manusia yang dikandungnya.

Tiap ibu, punya cerita akan cintanya. Tiap anak, bisa merasakannya. Dan lewat rangkaian aksara, mampu menyelaminya. [MI RANI ADITYASARI]

Foto – foto : Iklan Kompas/ Antonius SP, dokumen Linda Samosir.

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 15 Januari 2018