Bahan bakar memegang peran penting terhadap performa kendaraan, yang berimbas pada meningkatnya kenyamanan berkendara. Bahan bakar minyak (BBM) beroktan (RON) tinggi pun semakin diminati para pemilik kendaraan, baik roda dua maupun empat.

Menurut data dari laman BPH Migas, ada sejumlah jenis bahan bakar yang dijual di SPBU Pertamina di wilayah Jakarta mengalami kenaikan harga dibandingkan paruh pertama bulan ini. Pada periode 16–31 Januari 2018, Pertamax dijual Rp 8.600 (sebelumnya Rp 8.400), Pertamax Turbo Rp 9.600 (sebelumnya Rp 9.350), dan Pertamina Dex Rp 9.250 (sebelumnya 8.800).

Jenis bahan bakar tersebut memiliki oktan tinggi untuk mesin bensin dan cetane tinggi untuk diesel. Pertamax memiliki RON 92, Pertamax Turbo RON 98, dan Pertamina Dex mengandung cetane 53. Meski terdapat selisih harga dibandingkan oktan atau cetane yang lebih rendah, penggunaan jenis bahan bakar tersebut kian diminati seiring semakin tingginya kepedulian masyarakat terhadap alat transportasi yang dimiliki.

Seperti yang diberitakan harian ini pada 26 Desember 2017, selama sepekan menjelang hari tersebut, penggunaan BBM jenis Pertalite dan Pertamax mengalami peningkatan. Penjualan Pertalite naik dari rata-rata harian 45.000 kiloliter menjadi 49.000 kiloliter. Sementara itu, Pertamax naik dari rata-rata harian 16.000 kiloliter menjadi 17.000 kiloliter.

Dalam siaran persnya, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito mengatakan, naiknya konsumsi Pertalite dan Pertamax menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat menggunakan bahan bakar yang mutunya lebih baik.

Semakin meratanya ketersediaan bahan bakar beroktan tinggi juga turut mendorong minat masyarakat menggunakan bahan bakar nonsubsidi tersebut. Hal ini tentu berdampak pada kondisi mesin yang semakin terjaga sehingga kendaraan akan semakin awet dan memberikan nilai tambah.

Seperti diketahui, BBM dengan oktan tinggi dapat meningkatkan performa kendaraan, apabila mesin memang dirancang untuk menggunakan bahan bakar tersebut. Jadi, tidak sebagai ajang untuk show off lantaran bahan bakar yang digunakan bukanlah bahan bakar bersubsidi.

Hindari knocking

Rasio kompresi mesin yang tinggi pada kendaraan-kendaraan baru tentu harus diimbangi dengan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi pula. Jika tidak, jangan heran apabila mesin mengalami efek “ngelitik” atau knocking akibat pembakaran yang tidak sempurna di dalam dapur pacu.

Mengapa nilai oktan begitu penting untuk menghindari knocking? Nilai oktan dapat menggambarkan ketahanan bensin terhadap kompresi mesin tanpa meledak sendiri. Mobil yang menggunakan mesin berkompresi tinggi umumnya membutuhkan bahan bakar beroktan tinggi pula.

Dengan menggunakan nilai oktan yang tepat, ledakan di ruang mesin hanya terjadi saat campuran bensin dan udara mendapat percikan api dari busi. Hal ini akan berbeda jika kita menggunakan bensin dengan oktan yang rendah atau tidak sesuai anjuran produsen.

Dengan oktan yang tidak tepat, hampir dapat dipastikan mesin akan mengalami efek knocking karena terjadinya tabrakan antara ledakan bensin yang dihasilkan oleh busi dan ledakan bensin yang meledak sendiri.

Efek knocking memang dapat disiasati dengan cara memajukan waktu pengapian sehingga bensin tidak sempat meledak sendiri sebelum mendapat percikan dari busi. Namun, dampak negatifnya adalah meningkatnya penggunaan bahan bakar. Tak hanya itu, tenaga yang keluar dari mesin pun tidak maksimal sehingga mobil terasa agak berat saat diajak berakselerasi.

Ruang bakar bersih

Hendra, pemilik kendaraan berjenis SUV ini menceritakan pengalamannya menggunakan bensin beroktan tinggi. “Memang, harga bensin dengan oktan 92 atau 95 lebih tinggi dibandingkan Premium atau Pertalite. Namun, hal tersebut akan terbayar dengan meningkatnya kenyamanan berkendara, mobil lebih enak diajak berakselerasi. Tak hanya itu, saya juga jadi tidak terlalu sering mengisi bahan bakar karena proses pembakaran berjalan baik sehingga tidak banyak yang terbuang,” ujar pria yang bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta tersebut.

Ketika mobil diservis secara berkala, lanjut Hendra, ruang bakar juga tampak bersih. Berbeda ketika dahulu ia menggunakan BBM dengan oktan rendah. Hal ini tentu akan berdampak dengan semakin minimnya biaya perawatan kendaraan.

Bahan bakar yang memiliki formula aditif generasi terbaru tersebut mampu membantu menjaga intake valve port fuel injector dan ruang bakar tetap bersih dan terbebas dari kerak karbon. Yang tak kalah penting, dengan pembakaran sempurna, kendaraan semakin ramah lingkungan lantaran emisi yang rendah. Bagaimana dengan Anda, sudah tepatkah jenis bahan bakar yang “diminumkan” pada kendaraan Anda? [BYU]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 20 Januari 2018