Desa Woloan, Kota Tomohon, Sulawesi Utara, memang spesial. Melintasi jalan di desa ini seolah kita tengah berada di sebuah kompleks perumahan adat yang tengah dibangun. Di sisi kiri dan kanan jalan berjajar rumah panggung khas Minahasa.
Woloan dikenal luas sebagai sentra produksi rumah adat Minahasa. Sejak 1960-an, rumah adat ini sudah dijual di seluruh Sulawesi. Namun, pemasarannya makin kencang ketika rumah adat ini dibangun di kompleks Taman Mini Indonesia Indah pada 1980-an.
Rumah adat ini oleh orang Minahasa disebut wale. Dalam bahasa setempat, wale berarti tempat tinggal yang berdiri di atas tonggak kayu yang tinggi dan menggunakan tangga sebagai jalan masuk.
Di Woloan, wale yang dijual adalah yang telah didesain kekinian, sebab dibuat dengan bantuan peralatan modern untuk menghasilkan potongan dan pahatan yang rapi. Untuk mengerjakan satu unit wale dibutuhkan lima-enam orang yang telah terlatih. Wale di Woloan sudah dirancang agar mudah dibongkar pasang.
Di Desa Woloan dijual beberapa tipe rumah, antara lain ukuran 8 x 14 meter, 10 x 15 meter, dan 11 x 18 meter. Tipe pertama dan kedua biasanya sudah tersedia rumah contohnya. Pembeli yang berminat tinggal membongkarnya saja, tapi jika menginginkan yang baru bisa memesan lagi.
Proses membuat satu unit wale menghabiskan waktu paling cepat satu bulan. Setelah pembeli menentukan tipe rumah dan membuat kesepakatan harga, perajin mulai mengolah kayu dan membuat komponen yang diperlukan.
Setelah siap, semua komponen dirakit lagi untuk mengevaluasi bentuk rumah secara utuh. Setelah itu, seluruh komponen diberi kode guna memudahkan saat dirakit nanti. Wale lalu dibongkar dan dikemas.
Harga satu unit wale dipengaruhi setidaknya dua hal, yakni ukuran dan pasang surut harga kayu. Bahan yang dipakai untuk wale biasanya jenis kayu keras yang tak disukai rayap.
Untuk balok induk dipilih kayu aliwowos. Untuk lantai, rangka atap, dan plafon biasanya menggunakan kayu nyatoh. Sementara itu, untuk dinding, pintu, dan jendela memakai kayu cempaka. Atapnya memakai seng standar. [TYS]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 9 September 2016