Banyak orang memiliki keinginan untuk bisa berwisata setiap hari. Salah satu pemicunya karena rasa penat dan bosan dengan rutinitas saban hari yang itu-itu saja. Ditambah lagi penggunaan sosial media yang membuat kita lebih mudah untuk melihat kehidupan orang lain yang tampak lebih enak. Hal ini membuat keinginan berwisata semakin membuncah.

Sayangnya, keinginan berwisata ter­sebut sering kali tidak dapat diiringi dengan waktu atau dana yang cukup. Jika kondisi ini tak dapat dicari solusinya, malah dapat membuat frustrasi. Tentu kita tak ingin itu terjadi, bukan?

Konsep staycation

Nah, berikut ini salah satu caranya, yang dua tahun belakang ini sering di­sebut-sebut oleh masyarakat per­kotaan di Indonesia adalah stay­cation. Se­benar­nya ini bukan hal baru, hanya saja baru mendapatkan namanya. Inti dari ke­giatan wisata ini adalah dapat lepas dari rutinitas sehari-hari di antara waktu yang sedikit dan tidak me­merlu­kan dana yang terlalu besar.

Di Amerika Serikat (AS), konsep staycation menjadi populer pada 2008. Saat itu, liburan musim panas ditandai dengan naiknya harga bensin di AS yang membuat banyak orang harus ber­pikir dua kali untuk berlibur jarak jauh. Begitu pula di Inggris ketika nilai tukar poundsterling melemah di 2009, banyak warga Inggris yang membatalkan ren­cana liburan internasional mereka dan memilih berlibur jarak dekat.

Selain staycation, muncul pula istilah nearcation dengan konsep yang tidak jauh berbeda. Seperti yang bisa kita terka, nearcation juga berarti liburan ke lokasi yang tidak terlalu jauh dari rumah. Se­perti apa sih staycation atau nearcation itu? Mari kita cermati infografik yang satu ini.

Infografis : Olivia S.

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 3 September 2018.