Bagi umat Muslim, Ramadhan menjadi bulan yang dinanti. Ramadhan juga menjadi bulan yang sarat akan pahala yang berlipat ganda. Tidak heran jika amal ibadah pada bulan ini semakin ditingkatkan. Salah satunya, melakukan umrah. Apa yang membuat umrah ketika Ramadhan begitu istimewa?

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari disebutkan, sesungguhnya umrah pada bulan Ramadhan seperti berhaji bersama Rasulullah SAW. Tidak hanya itu, ada beberapa keutamaan umrah Ramadhan yang bisa didapatkan. Salah satunya, meningkatkan iman Islam karena dengan hadir langsung di Mekkah, kita bisa dapat menyaksikan kebesaran Allah SWT. Kita pun akan termotivasi melakukan shalat-shalat sunah, seperti Tarawih, Tahajud, Dhuha, hingga Witir.

Hal ini pun diakui Djohan (42) yang setelah melaksanakan umrah merasakan iman Islamnya kian meningkat. Bahkan, setelah pulang umrah pun, ia merasa senantiasa termotivasi untuk shalat pada awal waktu dan selalu berupaya mengerjakan shalat sunah.

Selain itu, umrah Ramadhan pastinya juga akan dapat meningkatkan akhlak kesabaran, mendapatkan ampunan dosa, dan pastinya memperoleh kesempatan doa yang mustajab. Terlebih lagi umrah Lailatul Qadar pada 10 hari terakhir Ramadhan. Mereka yang pernah merasakan umrah Ramadhan pastinya memiliki rasa kerinduan yang dalam akan suasana Ramadhan di Tanah Suci, mengingat eratnya rasa persaudaraan sesama Muslim di sana.

Di Madinah, terasa sekali eratnya tali persaudaraan sesama Muslim. Mereka berlomba-lomba dengan penuh sukacita menjamu “saudara”-nya untuk berbuka puasa. Sepanjang perjalanan menuju Masjid Nabawi, para penduduk asli Madinah akan mengajak para tamu Allah ini untuk berbuka puasa bersama mereka.

Sungguh sebuah kenikmatan spiritual yang luar biasa bagi mereka yang melakukan umrah Ramadhan. Sangat mengesankan bisa melakukan ibadah umrah pada saat Ramadhan. Boleh dibilang, umrah saat Ramadhan merupakan kesempatan emas untuk beramal ibadah maupun merenung sebaik mungkin. Tidak ada tempat yang lebih baik selain Mekkah (Masjidil Haram) dan Madinah (Masjid Nabawi).

Walaupun ibadah umrah Ramadhan sangat dianjurkan, jangan lupa mengasah kepekaan sosial. Kesalehan sosial harus dikembangkan secara terpadu. Jadi, ibadah ritual dan ibadah sosial sama-sama diutamakan. Umrah Ramadhan itu utama, tetapi jangan lupa berzakat dan bersedekah.

Ramadhan sangat dinikmati oleh seorang Muslim dan bisa melunakkan hati juga menenteramkannya. Masa untuk tolong menolong dan bekerja sama dalam berbagai kebaikan dan ketaatan serta melaksanakan kebajikan.

Tidak dapat dimungkiri jika umrah saat Ramadhan membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal ketimbang bulan-bulan lainnya. Maklum saja, ketika Ramadhan, penginapan sulit didapatkan. Minat umrah yang tinggi saat Ramadhan membuat biaya penginapan menjadi lebih mahal.

Ada baiknya Anda mempersiapkan finansial dan mental untuk memprogram ibadah tahun ini ataupun tahun depan, yaitu melaksanakan umrah pada bulan Ramadhan karena kenangan dan sejarah indah yang ditorehkan di Tanah Haram tidak akan pernah tertandingi oleh tempat mana pun di atas muka bumi ini. [AYA]

Mencoba Docang untuk Berbuka Puasa

Selain nasi jamblang dan empal gentong, docang juga menjadi incaran banyak orang ketika “berburu” kuliner di Cirebon, Jawa Barat. Docang berarti baceman dari oncom dage dan kacang hijau yang dijadikan tauge. Dari sisi tampilan, docang sekilas mirip lontong sayur.

Makanan ini merupakan perpaduan dari lontong, daun singkong, tauge, dan kerupuk. Lalu diramu dengan sayur oncom dage atau oncom gembos yang terbuat dari ampas tahu dicampur sedikit bungkil kacang tanah (sisa perasan dijadikan minyak) yang disebut gempa yang dihancurkan dan ditaburi parutan kelapa muda.

Docang mempunyai rasa khas yang gurih dan nikmat apabila disajikan dalam keadaan panas atau hangat. Selain dijadikan menu sarapan, docang juga cocok disantap untuk menu berbuka puasa. Rahasia kenikmatan docang adalah kuah rebusan dage atau kacang bungkil, ditambah kuah gurih yang menggugah selera. Harga penganan ini relatif terjangkau, Rp 8.000–Rp 15.000.

Konon, docang merupakan hasil kreasi Sunan Gunung Jati. Tiap kali selepas syukuran atau selamatan, banyak warga yang membuang sisa makanannya padahal masih bagus dan baik. Sunan Gunung Jati menyarankan agar tidak dibuang dan diolah kembali. Olahan tersebut kemudian diberi nama docang. [*/ACH]

Foto : dokumen Kompas.com/Muhamad Syahri Romdhon

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 5 Juni 2017